MASA ORIENTASI CINTA

MASA ORIENTASI CINTA

Cerpen Cinta - Karya Agpirahma Cindera Berliana Augusty

Hari ini adalah hari pertama bagi Rahma untuk membimbing adik-adik kelasnya dalam rangka MOS. MOS adalah Masa Orientasi Siswa. Dimana para adik-adik kelas yang menjadi peserta MOS dikerjai oleh kakak-kakak kelasnya yang menjadi pengurus OSIS. Gadis itu tak habis fikir, mengapa Putri memaksanya untuk ikut serta dalam MOS. Padahal, dia bukanlah pengurus OSIS. 

Cahaya mentari pagi mulai menyelinap di sela-sela ventilasi kamarnya. Terlihat dia tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Tak terbayangkan apa yang akan terjadi nanti apabila dia ikut serta membimbing dan mengerjai adik-adik kelasnya. Dia tak suka keramaian, membuatnya sakit kepala. Menurutnya, menyendiri lebih baik, karena suasana tenang akan membuat konsentrasinya meningkat. 

Rahma memarkirkan sepedanya di dekat lapangan. Pandangannya menyapu seluruh lapangan itu, masih sepi. Lalu, dia melirik jam tangan hitam di pergelangan tangannya, pukul 06.30 pagi. Dia pun melangkahkan kakinya mendekati sebuah kursi panjang dekat pohon. Raut wajahnya datar, seperti biasanya. Terlihat, tangannya mulai membuka tas biru tuanya dan mengambil sebuah buku dan bolpoin. 

Tak sengaja, pandangannya tertuju pada seorang laki-laki yang baru saja datang, lengkap dengan peralatan MOSnya. Topi dari karton, tas karung, papan nama dari karton, sapu, dan tali sepatu berwarna-warni. Lelaki itu berdiri di dekat pohon, tak jauh dari tempat dia duduk. Sesaat kemudian, dia sudah menulis kata demi kata dengan cepat.

“Seorang laki-laki manis tak berada jauh dariku. Entahlah, ekspresi wajahnya yang seperti itu membuatku ingin tersenyum.”

Eh, dia langsung menghentikan aktivitas menulisnya. Menatap bingung sekaligus aneh pada tulisannya itu. Bukan, bukan karena tulisannya yang kurang bagus, tetapi kata-kata yang telah ditulisnya. Kata-kata itu melintas tanpa permisi padanya. Dia baru saja melihat laki-laki itu, mengenalnya saja tidak. Tapi, mengapa? 

Secara tak sadar, pandangannya tertuju kembali pada sosok itu. Deg! Laki-laki itu membalas pandangannya. Ada sesuatu yang tiba-tiba bergejolak dalam hatinya, suasana mendadak canggung baginya. Senyum kaku dia berikan pada laki-laki itu. Begitu pun dengan laki-laki itu. Perasaannya semakin tak karuan. Antara senang, canggung, sekaligus bingung. Mengapa dia seperti ini? Hatinya terus bertanya-tanya.

“Rahma!”, terdengar teriakan dari arah tempat parkir, ternyata itu Putri. Rahma menoleh dan mendapati Putri mulai mendekat padanya. Setidaknya dengan kehadiran Putri, dapat mengurangi rasa canggung yang sedang dirasakan olehnya.
“Udah lama disini?”, tanya Putri. Rahma menggeleng.
“Kenapa?”
“Enggak apa-apa kok, Put.”, jawabnya berbohong. Putri hanya mengangguk.

***

Para pengurus OSIS memandu para peserta MOS untuk berbaris dengan rapi di lapangan. Rahma pun mencoba melakukan yang sama, walaupun terlihat kaku. Kemudian, mereka melaksanakan upacara pembukaan. Rahma tak dapat berhenti memandang laki-laki yang tak diketahui namanya itu.

Upacara pembukaan MOS telah selesai, mereka membagi para peserta MOS menjadi 3 kelompok. Teguh, ketua OSIS mulai mengabsen dan memilih ketua kelompok. Beberapa menit telah berlalu, mereka yang telah terpilih menjadi ketua kelompok maju kedepan dan diberi arahan oleh Teguh. Rahma tertegun melihat Radit, nama laki-laki itu. Ternyata Radit terpilih menjadi ketua kelompok 1. 

“Harap tenang semuanya. Sekarang kita, OSIS akan memperkenalkan diri satu persatu.”, ucap Teguh dengan tegas. Kemudian, para pengurus OSIS itu memperkenalkan dirinya masing-masing dengan singkat. Kini, tiba giliran Rahma untuk memperkenalkan dirinya. Mendadak lidahnya kelu untuk mengucapkan sepatah kata pun. Dia tak suka bila harus berbicara di hadapan banyak orang. Walaupun kini yang dihadapannya adalah adik-adik kelasnya.
“Assalamu’alaikum, selamat pagi! Perkenalkan, nama kakak adalah Rahma. Kelas 11 IPA 1. Terimakasih.”, ucapnya dengan cepat. Dia tak pernah berbicara dengan baik bila di hadapan orang banyak. Radit tersenyum melihatnya, itu membuatnya merasa grogi.

Putri mulai berbicara bahwa sekarang waktunya untuk meminta tanda tangan pada OSIS sebanyak-banyaknya. Para pengurus OSIS mulai berpencar mencari tempat sembunyi agar para peserta MOS kesulitan untuk meminta tanda tangannya, begitu pun dengan peserta MOS, mereka mengejar dan memanggil-manggil namanya. Rahma memilih untuk berdiam di dekat warung langganannya bersama Teguh dan Putri. Tiba-tiba, fikirannya tertuju kembali pada Radit.

Benar saja, Radit dan kedua temannya datang meminta tanda tangan pada mereka. Akan tetapi, Putri memberikan sebuah syarat pada Radit dan kedua temannya sebelum memberi tanda tangannya. Awalnya, mereka bertiga menolak untuk melakukannya, tetapi pada akhirnya mereka terpaksa menyanyi lagu ‘Potong Bebek Angsa’ dengan menari. Semua yang melihatnya tertawa, termasuk Rahma. 

Waktu yang telah diberikan untuk sesi tanda tangan telah selesai. Semuanya berkumpul kembali di lapangan. Para peserta MOS diminta untuk mengumpulkan barang-barang yang telah disuruh sebelumnya. Ada yang mengumpulkan semuanya, ada juga yang tidak mengumpulkan sebagian dan tidak mengumpulkan 1 barang pun. Mereka yang tidak lengkap membawa barang, dibariskan di hadapan yang lainnya. Mereka ditantang untuk bernyanyi dan menari dengan aneh. Semuanya tertawa melihatnya, ternyata mereka berhasil menyelesaikan tantangannya. Walaupun sebelumnya malu-malu melakukannya. Jantung Rahma berdegup kencang ketika mendapati Radit memandanginya kembali.

Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 11 siang, ini berarti MOS hari pertama hampir selesai. Putri memberi pengumuman pada para peserta MOS untuk membawa  barang-barang kembali untuk besok. 

“Barang-barangnya adalah..air bening, batu bata italia, biskuit lebih baik, buah upacara, sebuah surat kagum dan karikatur untuk kakak OSIS yang kalian kagumi. Ada yang mau ditanyakan?” ucap Putri sambil menatap semuanya. 
“Jangan lupa ya bawa barang-barang yang udah diminta. Terus jangan ada yang terlambat lagi. Oke, sekarang berbaris yang benar, terus pulang dengan tertib. Dicukupkan sekian MOS hari ini, sampai bertemu kembali, hati-hati dijalan.”, ucap Teguh.


***

“Gimana MOSnya, kak?”, tanya Nanda, adik Rahma.
“Ya begitulah, biasa saja.”, jawabnya sambil berlalu ke dalam kamar.
“Yah kak, ceritain dong. Masa sih biasa saja? Bukannya kalau MOS itu rame. Soalnya Nanda juga kan waktu itu ikut MOS pas awal masuk SMP. Rame banget.”, ucap Nanda sambil menyusulnya masuk ke dalam kamar. Rahma hanya menatap langit-langit kamar lalu membuang nafasnya tanpa mempedulikan ucapan adiknya. Nanda yang melihatnya hanya mendengus kesal. Tapi, dia tak memaksa kakaknya untuk bercerita sekarang. Kakaknya terlihat lelah.
“Radit..”, nama itu keluar dari mulutnya dengan jelas. Nanda yang hendak keluar kamar untuk makan, datang kepadanya untuk menanyakan sesuatu kembali.
“Siapa Radit kak? Pacar kakak? Bilangin ke mama ah!”
“Eh..bukan bukan! Gak sengaja bilang gitu. Bukan siapa-siapa kok. Jangan bilangin ke mama ya?”, pintanya.
“Ok, tapi dengan 1 syarat.”, dia menatap kesal pada adiknya, tapi dia cukup pendam saja rasa kesalnya. Dia tak berani berkata-kata keras dengan panjang lebar pada adiknya. Dia membuang nafasnya dan menganggukkan kepalanya. Nanda tersenyum senang.
“Kak, beliin coklat sama nasi goreng ya! Hihi Nanda lapar.”, dia mengiyakan permintaan adiknya. Dia selalu ingin membuat adik satu-satunya bahagia.

Setelah sesampainya di minimarket, dia hendak mengambil es krim yang akan dibelinya. Akan tetapi..

“Eh?”, ucapnya kikuk. Ada tangan yang bersamaan mengambil es krim itu.

Sosok itu tersenyum dan memberikan es krim padanya dan berlalu. Degup jantungnya kembali terasa amat cepat. Ternyata dia bertemu kembali dengan adik kelasnya itu, Radit. Rahma terus menggelengkan kepalanya dan terus menyangkal bahwa dia telah menyukai adik kelas itu. Tidak mungkin, fikirnya.

***

Keesokan harinya, Rahma bergegas pergi ke sekolah dengan sepedanya. Tak biasanya dia bersemangat seperti ini. Dalam tasnya sudah membawa sekotak makanan untuk istirahat di sekolah. Beberapa menit kemudian, dia telah sampai di sekolah. Terlihat oleh kedua matanya sesosok lelaki yang kemarin ditemuinya di minimarket. Perasaannya mulai tak karuan, bercampur aduk antara canggung, bingung, tapi bahagia. 

“Hai, kak Rahma.”, lelaki itu melambaikan tangannya pada Rahma.
“Mmm, h-hai juga.”, jawabnya dengan terbata-bata. Tak lupa dia pun memasang senyum terbaiknya. Tak pernah. Tak pernah dia merasa seperti ini sejak 2 tahun lalu, apakah dia memang benar-benar menyukainya?
“Wah, padahal kemarin Radit mau beli es krim yang itu. Tapi, karena kakak yang ngambil, enggak apa-apa deh. Asal kakak senang aja.”, Radit mulai mendekat dan mengajak ngobrol. Gadis itu mengangguk dan terkekeh pelan. Untung saja, belum ada yang datang ke sekolah selain mereka berdua. 
“Kak, ternyata susah ya buat karikatur. Malah kayak sketsa. Radit buatnya tengah malam, soalnya awal-awalnya males buatnya.”, Radit tersenyum padanya.
“I-iya, emang susah. Waktu dulu kakak juga pernah buatnya, malahan kakak bela-belain gak ikut MOS hari terakhir karena enggak bisa buatnya.”, jawabnya dengan pelan. Radit mengangguk. 
“Kalau boleh tau, e-emangnya bu-buat siapa?”, tanyanya.
“Buat kakak kelas, nanti juga tau sendiri. Udah dulu ya kak, udah ada temen yang nungguin.”, jawab Radit sambil berlalu dari hadapannya.

30 menit kemudian, acara MOS untuk hari terakhir telah dimulai. Seperti biasa, para peserta MOS berbaris dengan rapi dan diabsen satu persatu oleh pembimbing. Rahma dan Hana duduk berdua di dekat lapangan. Rahma mengeluh kesakitan.

“Aduh, makanya sarapannya diabisin tadi. Ayo cepet makan bekal makanannya. Untung aku bawa obat maag.”, ucap Hana dengan nada khawatir. Rahma mengangguk dan segera menghabisi bekal makanannya lalu minum obat. Hana tersenyum lega melihatnya. Pandangannya tak sengaja tertuju pada Radit yang juga sedang memandangnya seperti sedang khawatir kepadanya, tetapi dia tak menyadarinya. 
“Ayo ayo, kumpulin barang-barangnya. Kalau yang tidak membawa surat kagum, harus nyatain isi surat kagumnya ke kakak kelas yang kalian kagumi.”, ajak Putri.

Mereka mengumpulkannya dan ada sebagian lagi tidak mengumpulkan. Mereka dibawa ke depan dan diminta untuk memberi alasan kenapa tidak mengumpulkan. Alasannya pun bermacam-macam, ada yang ketinggalan, ada yang memang tak bisa membuat karikatur, ada juga yang malas membuatnya. 

Para peserta MOS diistirahatkan karena panasnya terik matahari yang menyengat, sementara pengurus OSIS membaca surat-surat kagum dan melihat karikatur yang telah dibuat oleh peserta MOS. Rahma juga ikut melihat dan membacanya satu per satu. Rahma dibuat kaget ketika melihat salah satu hasil karikatur dari peserta MOS. Ternyata ada juga yang membuatkannya karikatur. Rahma pun makin dibuat kaget ketika membaca nama pembuatnya disudut kertas.

“Radit?”, gumamnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, tampak semburat merah di kedua pipinya. Sedetik kemudian dia sudah tersenyum-senyum sendiri. Pantas saja, karikatur yang telah dibuat Radit itu sama persis dengan wajahnya. Tak henti-henti dalam hatinya memuji betapa bagusnya karikatur itu.
“Oh, ternyata dia buat karikatur untukku.”, ucapnya dalam hati.
“Heh, coba sini!”, seru Naufal padanya.
“I-iya apa?”
“Coba baca aja sendiri.”, ucap Naufal dengan senyuman lebarnya. Rahma mengernyitkan alisnya. Secarik kertas berisi tulisan sudah terpampang jelas. Dia langsung membaca kertas tersebut.

Untuk kakak kelas,
Rahma
Assalamu’alaikum wr.wb
Salam hangat kepada kakak kelasku, aku hanya ingin menyampaikan rasa kagumku sebagai adik kelas lewat kata demi kata yang tersurat oleh goresan tinta.
Entah mengapa dan entah bagaimana setiap tatapanku membawa rasa dalam hati yang sulit dipahami dan dijabarkan, entah suka atau kagum namun bagiku yang paling tepat adalah rasa kagum yang memang tak masuk akal bagiku, hanya dari tatapan dan senyuman saja rasa kagum ini menusuk hati dan percuma kutangkis karena telah menancap jauh di dalam hati, namun bukan berarti kata cinta yang melesat di pikiranku.
Entah karena memang kak Rahma itu jika dilihat dengan mataku terlihat pendiam, namun itu menjadikan suatu daya tarik dalam diriku.
Kak, hanya itu yang kusampaikan sebagai adik kelas. Mohon maaf apabila kata-kata ini tidak enak di hati, semoga hal ini bisa bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Radit 

“Gimana isi suratnya?”, tanya Naufal. Rahma menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia mendadak canggung sekaligus senang. Rahma tertawa pelan.
“Yaelah ga dijawab. Ayo dong jawab. Ciye dapet surat kagum dari adik kelas.”, ledek Naufal.
“Eh, apa itu? Karikatur? Siapa yang buat?”, tanya Naufal. Lalu, Naufal merebut kertas yang berisi karikatur. Sedetik kemudian, Naufal kembali tersenyum kepadanya.
“Ciye, dapet dari orang yang sama. Jangan-jangan....”
“Jangan-jangan apa sih kamu?”, Rahma tertunduk.

***

Gadis itu menjatuhkan dirinya ke kasur, lalu menatap pada langit-langit kamar. Dia pun membuang nafasnya. Masih terbayang wajah Radit yang tersenyum kepadanya, masih terbayang karikatur dan surat kagum yang dibuat Radit untuknya, masih terbayang betapa canggungnya dia. Dia mencoba memejamkan matanya untuk tidak lagi membayangkan Radit. Akan tetapi malah sebaliknya, dia semakin membayangkan Radit.

“Kenapa ya?”, dia bertanya pada diri sendiri. Dia tak mungkin menyukai laki-laki itu, laki-laki yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. 
“Mana mungkin dia menyukaiku? Aku hanya gadis pendiam. Aku tak seperti kebanyakan gadis-gadis yang lain. Aku pun tidak cantik. Aku tak pandai bergaul. Aku, aku berbeda dengan yang lain. Dia belum tahu sebenarnya diriku, aku tak pantas disukai oleh laki-laki yang baik dan rajin seperti dia.”

Rahma tak ingin menaruh rasa terlalu dalam, dia tak mau terlalu berharap dengan sosok Radit yang mengaguminya. Dia tak mau kembali lagi kejadian 2 tahun yang lalu. Rahma telah yakin untuk memendam apa yang dia rasa, entah sampai kapan. Menjalaninya dan menikmatinya. Dia takut, jika mengutarakan perasaannya akan membuat jarak yang lebih jauh lagi antara dia dan Radit. Sebagai kakak kelas Radit pun sudah cukup baginya.
Copyright © Cerpen Menarik dan Populer. All rights reserved. Template by Amanbet