CINTA ITU BUKAN TARUHAN

CINTA ITU BUKAN TARUHAN

Cerpen Cinta - Karya Indah Lestari

Hari ini hujan mulai turun tepatnya tanggal 21 Oktober 2013. Keadaan yang selalu dinanti-nanti oleh mereka yang dilanda kekeringan. Betapa bahagianya mereka di saat-saat seperti ini. Namun, kebahagiaan itu tak Nampak pula pada diriku. Hujan kali ini sungguh membuatku tersiksa. Betapa tidak? Gara – gara hujan aku tidak bias pulang. Terpaksa aku harus menunggu di bawah pohon yang besar dan diam seorang diri daripada basah kuyup.

Angin bertiup semilir menambah dinginnya suasana sore ini. Badanku mulai meriang dan rasanya aku sudah tidak kuat lagi untuk menerjang dingin dan derasnya air hujan. ”Pulang…tidak...pulang…tidak…pulang…tidak.”  Yah.. rasanya kancing bajuku mengharuskanku untuk tetap tinggal disini sampai hujannya reda. Huft…menyebalkan!!!

“Masih aja ngikutin tradisi nenek moyang lo ya? Mau pulang aja masih menghitung kancing baju. Huh, enggak jaman amat sih?”, cetus Roy yang tiba-tiba muncul di belakangku.
“Biarin! Emang ngefek sama lo? Lagian ngapain sih elo kesini?”, tanyaku dengan ketus.
“Mau pulang atau tidak? Apa mau tinggal disini aja sampai nanti malam? Baiklah, kalau mau tinggal disini ok,gue tinggal!”, kata Roy yang sempat buat kaget dan jantungku sempat berhenti berdetak. Tumben nih anak ngajakin bareng. Habis kesambet setan darimana ya? Hohoho … setan colak-colek kali ya?^.^
“Ayo buruan!”, bentak Roy padaku. Ok, dengan berat hati akupun naik ke motornya dan mengenakan jas hujan. Suara petir yang menggelegar membuatku takut dan aku ingin cepat sampai di rumah. Hari semakin sore dan gelap. Namun hujan tak kunjung reda, malahan semakin deras. Sepertinya kamipun tak bias melanjutkan perjalanan pulang. Akhirnya kamipun berhenti di bangunan yang tidak ditempati.

Oh iya, aku belum sempat menceritakan siapa sih Roy itu? Yeach.. Roy adalah teman sekelasku yang super … super cuek dan nyebelin. Dia tak penah berbicara dengan siapapun kecuali dengan Rino teman sebangkunya. Hanya Rinolah teman bicaranya. Tidak ada seorang cewek pun yang dia taksir dan mereka pun juga tidak berani mendekatinya karena berbagai alasan :

1. Minder dengannya karena dia cowok yang diligent di semua bidang
2. Paling famous di sekolah kami sekaligus wakil OSIS
3. Meskipun dia cakep, pinter, kaya, mandiri, tapi dia itu cuek, dan dingin… sedingin es di kutup utara. Hohoho..alay ding!

Ok…back to this event.. itulah mengapa aku kaget di ajak bareng sama dia.

“Pulang yuk Sin! Udah reda nih hujannya. Ntar lo dicariin nyokap lo. Kalau elo yang dimarahin sih no problem for me, tapi kalai ntar gue yang di sangka nyulik elo, bisa-bisa dipenjara nih gue “, kata Roy yang sok cuek.
“Ye…siapa juga yang sudi punya urusan sama elo. Paling-paling ntar kalau gue kenapa-napa sapu nyokab gue melayang tuh di muka reseh lo!”, kataku dengan nada sok cuek pula. Dia hanya tersnyum simpul. Akhirnya kami pun pulang dan dia mengantarku sampai ke rumah. Benar saja katanya, ibuku sudah berdiri di depan pintu dengan raut muka cemas dan kelihatan sangat khawatir.
“Kok baru pulang Sin? Nunggu hujan reda ya?”, Tanya ibuku.
“Iya bu, maaf. Hujannya lebat sekali dan aku takut basah kuyup. Jadi, telat deh.”, kataku sambil mencium tangan ibuku.
“Loh, temannya kok ndak di ajak masuk sih? Kan kasihan dia kedinginan. Ayo ibu buatkan teh di dalam.”, ajak ibuku.
“Ayo masuk Roy!”, teriakku.
“Emh… lain kali aja deh Sin. Udah maghrib, aku pulang dulu ya? Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam…”

Aku pun masuk dan langsung mandi. Begitu melelahkan sekali kegiatanku hari ini. Rasanya ingin sekali ku robohkan tubuhku di atas ranjang empukku. Oh God... I’m very sleepy. Give me beautiful dream which make me fresh tomorrow. Hmmm… semoga saja aku bisa bermimpi ketemu Pangeran William. Hahaha Pangeran Bubur Ayam yang ada!

Keesokan harinya, aku pergi ke sekolah seperti biasanya. Emh..cepet banget sih waktunya berjalan. Belum hilang capeknya udah pagi, terus siang lagi, sore, malam, pagi, sekolah lagi… huh capek!! Tapi.. semangat, semangat, semangat, aku tidak boleh menyerah. I must reach my dream.

Ku langkahkan kakiku menuju ruang pustaka. Aku ingin sih sekali-sekali berkunjung ke sini. Walaupun hanya sekedar menghitung berapa banyak orang yang hadir di ruangan ini. Agar terkesan aku rajin membaca. Hahaha… padahal seumur hidup gue, jarang banget tuh yang namanya membaca buku disini kalau tidak ada tugas. Ogah ah, males banget. It just wasting time for me!

“Tumben elo nongol disini kesambet setan dari mana? Hah?”, tanya Bagas tiba-tiba.
“Suka-suka gue dong, mau disini, mau di WC, di lorong, di gudang, emang hidup numpang sama lo?”, jawabku.
“Ye… kok sewot sih Sin? Orang gue nanya baik-baik juga..”
“Habisnya elo juga sih yang nyebelin. Elo udah tau siapa gue masih aja nanya. Pastinya di sini gue cuman mau menghitung aja berapa banyak orang yang ada di sini. Habis itu gue cabut deh.. hehehe “
“Hahaha elo tuh enggak pernah berubah ya? Dari zaman nenek gue belum lahir sampai gue segini besarnya lo tetap aja enggak doyan baca. Mau pinter darimana tuh?”, ledek Bagas.
“Hehehe…bodo amat, ujian masih jauh Gas! Santai aja dulu. Bener  kan?”
“Hehe bener deh, apa sih yang enggak buat kamu Sin? Oh iya, nanti keluar yuk! Gue yang traktir deh. Apapun yang lo mau gue beliin deh. Mumpung ada rejeki nomplok nih.”
“BRAKK!!!”, tiba-tiba meja di sampingku digebrak oleh seseorang. Aku sangat terkejut.
“Heh, bisa diam apa tidak sih kalian? Kalau ingin berbicara silahkan di luar. Apa kalian tidak bisa membaca tulisan itu?”, kata orang itu yang tidak lain adalah Roy.

Bagas memandangnya dengan tatapan tajam. Aku tahu dia sangat marah kepada Roy. Aku mencoba merayunya agar dia mau keluar agar keadaannya tidak semakin buruk. Semua ini memang salah kami yang ribut di ruang pustaka.

Semenjak kejadian itu aku tidak pernah lagi berbicara dengan Roy. Dia pun juga bersikap aneh padaku. Seakan-akan aku adalah musuh bebuyutannya. Padahal teman-teman lain yang jumlahnya 20 orang itu bersikap bisa aja. Huh dasar Roy aja yang lebay!

***

Lain hari, aku membeli bakso di kantin sekolah. Saat itu aku makan bersama Evi teman sebangkuku. Di seberang sana ku lihat Roy sedang duduk minum juice sambil memandang sinis ke arah ku. Maksudnya apa coba? Bodo amat ah..

Tiba – tiba Evi sakit perut dan izin ke kamar mandi. Ku tunggu sampai bel berbunyi pun belum juga muncul. Akhirnya aku pun bergegas kembali ke ruang kelas. Ternyata Evi sudah tergolek lemas di bangkunya.

“Kamu baik-baik saja Evi?”, Tanya bu Rita
“Tidak papa bu, Cuma sedikit pusing saja jawab Evi
“Baiklah biar diantar Sinta dengan Bagas ke UKS. Yang lain silahkan belajar dulu 10 menit. Lalu bukunya dikumpulkan. Hari ini kita ulangan fisika bab kemarin. Sinta dan Bagas kalian harus cepat kembali.”, kata Bu Rita.
“ya bu.”, jawab kami serempak

Hah ulangan fisika? Hari ini? Waduh, mampus deh gue. Belajar juga belum. Bagaimana bisa mengerjakan ulangan? Tuhan.. tolonglah aku. What must I do? Kenapa juga Evi yang sakit? Mengapa bukan aku aja?ok deh, mungkin takdir belum berpihak padaku. Apa aku harus duduk di sebelahnya Roy ya agar aku bisa menjawab semua soal ulangan hari ini? Menyontek?.. ya.. jalan satu-satunya harus nyontek. (zaman sekarang tidak mencontek tidak berkembang,hehe)

Ulangan akan segera di mulai. Bu Rita sudah membagikan lembar soal ulangan. Aku mencari cara agar Roy mau memberi jawabannya padaku. Tapi… bagaimana ya? Aku bingung… andai saja aku tadi malam belajar. Ya Tuhan aku ingin memutar waktu. Hikz..hikz..

“Roy, contekin gue dong.. tadi malam aku belum belajar”, pintaku dengan nada memelas.
“Siapa suruh tidak belajar? Elo kan pelajar? Memangnya ngapain saja kamu di rumah?”
“mmm… gue sibuk Roy, please dong.. sekali saja..”, kataku dan membuang rasa maluku.
“Sibuk kencan ya non? Ya sudah jawab saja dengan hasil kencan kamu kemarin”. Kata Roy yang membuatku sebal.

Ya Allah kenapa masih ada saja manusia semacam dia? Pelitnya setengah mati. Tinggal nengokin jawabannya saja apa susahnya sih?

Ulangan fisika pun telah berakhir. Aku menyesal sekali tidak belajar. Padahal semua jawaban ada di buku catatanku. Huh, betapa bodohnya aku. Kenapa penyesalan itu selalu ada di akhir ya? Coba di awal pasti tidak akan seperti ini. Aduh.. bagaimana ini? Pasti dimarahi lagi oleh ayah gara-gara nilaiku selalu berantakan. Bebek, telur, kursi, selalu saja nilai itu yang aku dapat. Paling baik ya dapat lingkaran double alias 8. Kalau nilai 100 ku dapat sih mungkin nunggu ayam berteriak minta di sate kali ya? Hahhaha…

Ku duduk termenung meliahat hiasan tinta merah yang tertoreh di kertas ujianku. “35” WOW,amazoonn!! Nilai yang benar-benar fantastic dalam hidupku. Oh My God!!

“Hey, kenapa bengong? Udah deh Sin ngapain lo pandangin teruss tuh nilai. Sampai rambut lo ubanan pun tidak akan pernah bisa berubah tuh kalau lo kagak mau belajar. Udah deh guys,happy saja. Jalan yuk! Buat ngilangin tuh rasa jenuh.” Ajak Bagas

Roy yang tadinya biasa-biasa saja mendadak langsung pergi. Kenapa? Hah.. whatever lah.. I don’t care about it. Aku pun pergi bermain dengan Bagas. Kita jalan-jalan ke mall, taman,  dan terakhir ke restaurant. Semua itu gratis lohh,hehe (nebeng doing bo’) kapan lagi bisa kayak begini?wkwkwk…

“Sin, gue mau bilang sesuatu sama elo boleh enggak?”, Tanya Bagas yang terasa aneh di telingaku. Kenapa nih anak? Mau Tanya saja bilang-bilang.
“iya tanya aja Gas, mau nanya apa?”, kataku
“Emh… sebenarnya aku suka sama kamu Sin. Kamu mau tidak jadi pacarku?”, kata Bagas yang hamper membuat telingaku kram dan jariku seakan tidak bisa bergerak. Gila nih anak. Memangnya gue cewek matre apa ya? Setelah dibelikan banyak sekarang ngajakin pacaran.
“serius lo Gas? Kesambet setan taman sebelah ya lo?”, Tanya ku.
“gue serius. Tidak bercanda.”, kata Bagas sambil menatapku lekat.
“maaf gue tidak bisa. Aku tidak mau pacaran dulu.”
“Kenapa Sin? Gue jelek, tidak menarik? Ok, kalau lo tidak bisa menerima gue sekarang, besok, lusa, miggu depan, atau bulan depan pun juga tidak masalah.  Gue akan tetap menunggu lo Sin.”,kata bagas yang semakin aneh.
“Maaf ya Gas gue tidak bisa. Kita berteman saja ya? Bukankah sahabat itu lebih indah dari sekedar pacar yang sebentar bisa putus?”
“ya sudah lah Sin, jika kamu memang tidak bisa menerimaku. AKU CINTA KAMU”

Kenapa ya nih anak kok keliahatan aneh begini? Hmmm.. aku gag akan pernah terjebak dengan omong kosongnya Bagas. Aku tahu kok dia adalah playboy cab kadal di sekolahku. Nih anak sukanya ngegombalin cewek mulu. Aku tidak boleh baper sama dia.

Setelah melewati hari yang menyenangkan dan begitu melelahkan kami pun pulang. Seperti biasa ibuku selalu menungguku di depan rumah sambil membaca Koran. Bagas pu pulang tanpa mengucapkan sepatah katapun dan hanya tersenyum simpul. Mungkin dia kecewa padaku. Ah… sudahlah biarkan saja.

Begitulah hari-hari kulewati dengan cepat. Tak terasa 2 bulan telah berlalu semenjak kejadian di restaurant itu.  Bagas tidak lagi sedekat itu denganku. Dia semakin jauh dan cuek denganku. Mengobrol pun hanya ada perlunya.

Di sisi lain Perubahan sikap Roy pun juga Nampak begitu jelas. Akhir-akhir ini dia begitu care denganku. Terkadang, ketika aku ada di kantin sekolah dia muncul dan membayarkan semua makanan dan minuman yang aku pesan dengan Evi. Lumayan makan gratis!! But, wait!! What happen with him? Aku takut jika ada udang di balik sandal. Oh my God what must I do? Embrassing !!!

----***---

Hari ini ulangan fisika muncul lagi. Haduh … jangan sampai aku dapat nilai bebek  lagi. Tadi malam aku sudah belajar mati-matian. Aku harus yakin bahwa nilai 100 dapat aku dapatkan. Pasti bisa…

Soal ditulis oleh Bu Rita di papan tulis. Kupandangi dengan senyuman yang mengembang di bibirku. Semua soal itu sudah aku pelajari tadi malam, dan sekarang aku tidak akan lagi menjadi pengemis minta contekan sama pangeran nyebelin itu. Haha pangeran? Enggak salah nih? Eitzzz.. jangan soudzon dulu ya?? Itu adalah singkatan untuk pangeran Roy, yaitu “Tampang Comberan” …hahaha…

Dag dig dug bunyi jantungku yang berdebar – debar menunggu hasil ulangan dibagikan. Tak sabar rasanya aku menunggu.

“Sinta Adira Vega.”, panggil Bu Rita dengan tersenyum.  Hah? Bu Rita terenyum padaku? Itu tandanya ….
“Selamat ya!”, ucapnya lagi sambil memberikan kertas itu padaku. Alhamdulillah nilai 100 dapat kuperoleh. Aku menerimanya dengan senang dan berjingkrak – jingkrak seperti orang gila yang di beri makan  orang. Teman – teman menyorakiku. Aku tak pedulikan mereka. Seumur hidupku baru kali ini aku mendapatkan nilai seperfect ini. Benar-benar kejadian yang sangat langka dan menakjubkan. Semua temanku heran melihat torehan tinta yang ada pada lembar jawabanku. Mereka seakan tak percaya padaku.
“Hebat juga ya loe! Dapat contekan darimana? Pasti ngintip jawabanku ya?”, kata Roy yang tiba-tiba duduk  di sebelahku ketika pelajaran berakhir.
“Maksud lo apa?”, tanyaku sinis
“Masih enggak ngerti juga ya non? Apa pura-pura bodoh? Mana mungkin sih lo bisa dapatin nilai 100 tanpa nyontek. Apa lagi soal tadi tergolog rumit. Pasti lo curang ya?”
“Maaf ya Roy, gue memang bodoh. Tapi gue tidak sebodoh yang elo fikir buat melakukan hal-hal buruk seperti yang elo katakan. Bisa enggak sih elo hargain orang sedikit saja? Apa elo kira lo tuh manusia yang paling pintar dan paling sempurna di dunia ini? Hah? Dengar ya Roy, meskipun elo itu tampan, pandai dan kaya sekalipun semut atau nyamuk gak akan sudi naksir sama orang orang yang sombong sepertimu. Camkan itu!”, kataku p x l x t seperti rumus matematika.

Setelah itu aku pergi meninggalkan Roy yang masih termenung di bangkuku. Tak terasa air mataku menetes. Sakit banget rasanya hatiku mendengar perkataan Roy yang setajam silet. Memang aku bodoh, pembuat onar dan pemalas. Tapi apakah aku tak pantas mendapatkan nilai yang baik atas jerih payahku? Jujur saja hatiku sakit sekali mendengarkan perkataan Roy yang kurang ajar itu.

Bel pulang berbunyi. Namun aku belum punya keinginan untuk pulang. Aku masih terdiam beberapa saat di bawah pohon jambu belakang kelasku. Air mataku terus mengalir dan aku tidak peduli pada air hujan yang juga terus mengguyur badanku.

Waktu terus berlalu, hingga ku tak sadar jika Roy tiba-tiba menghampiriku dengan sebuah payung yang meneduhkanku. Tapi itu semua terlambat dan tak berguna sama sekali. Badanku sudah basah kuyup.

“Sampai kapan elo akan bengong di sini? Gak mau pulang?”, Tanya Roy seakan-akan tak punya dosa padaku. Apa dia tidak sadar bahwa aku begini karena dia? Sebenarnya bagaimana sih jalan fikirannya? Aku tidak paham sama sekali. Aku tetap diam tanpa kata. (gengsi bo’..) -.-
“Maaf ya Sin aku tak bermaksud menyinggung perasaan lo. Aku cuman bercanda”, kata Roy lagi.
“Whatever you say. Bercanda lo enggak asyik!”, kataku sambil berdiri dan melangkah pergi.

Tiba-tiba…srett!! Roy menarik tanganku dan membisikkan kata-kata di telingaku.

“AKU CINTA KAMU”

Sinting banget sih nih anak! Apa maksudnya coba? Pandai banget ber acting. Andai di sekolah ini ada seleksi actor dia pantas banget jadi kandidatnya. Dasar kamuflase!! Dia piker gue cewek gampangan kali ya?

“Lepasin gue! Gue mau pulang !”, jawabku ketus.
“Gue antar ya?”
“Terimakasih” jawabku singkat. Aku pun pergi meninggalkan Roy yang berdiri mematung. Hujan sedikit reda dan memungkinkan untuk pulang. Huh semua tidak sesuai dengan rencana dan tidak sesuai dengan apa yang gue harapkan. Padahal anganku akan bahagia jika aku mendapatkan nilai 100, tapi ternyata dunia berputar 180?.

Akhirnya akupun sampai di rumah. Tubuhku rasanya sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Wajahku pucat dan bibirku sudah mulai membiru. Namun aku berusaha menyembunyikan rasa sakit ini pada ibuku. Aku menjawab semua pertanyaan ibu dengan tenang agar ibu percaya bahwa aku baik-baik saja. Syukurlah.. everything is running well. Akupun  cepat mandi, makan, dan istirahat.

Ketika aku membaringkan tubuhku, tiba-tiba aku teringat dengan ponsel mungilku di dalam tas yang basah. Semoga saja tidak terjadi apa-apa denganyya.

Setelah ku menemukannya, aku bersyukur karena ia baik-baik saja dan masih bisa dioperasikan dengan baik. Setelah ku buka, aku terkejut dengan bbm masuk dari Roy, 10 pesan dan 15 panggilan tidak terjawab. 

Semua pesan dan bbm itu berisi kekhawatiran dia padaku. Entah mengapa sikap Roy jadi sok peduli padaku. Aku heran dengan dia. Maunya apa sih? 

Keesokan harinya aku sudah tidak kuat lagi untuk bangun. Badanku meriang dan tak kuat untuk menahan rasa sakit ini. Akhirnya ibuku membawaku ke rumah sakit.

4 hari berlalu begitu saja. Aku tetap tidak berdaya di tempat pembaringan ini. Ingin rasanya aku cepat-cepat pulang dan bersekolah lagi bersama teman-teman. Akan tetapi dokter masih belum mengizinkanku pulang. Beliau menyarankan agar menunggu 7 hari karena typhus ini dapat berbahaya jika di abaikan. 

Pada hari ke-4 Bagas bersama Evi dan Rino menjengukku. Dia juga minta maaf atas kejadian beberapa minggu yang lalu. Dia pun berharap agar aku cepat sembuh dan berjanji akan mengajakku shopping lagi. Horee… pertengkaranku dengan Bagas segera berakhir.

Hari ini adalah hari terakhirku dirawat di rumah sakit yang sungguh membuatku bosan. Tiba-tiba pintu terbuka tanpa ketukan. Aku piker yang dating adalah ibuku yang akan menjemputku pulang. Ternyata aku salah besar. Ibuku tidak bisa menjemputku karena harus menyiapkan kamar untukku dan menyelesaikan urusan adminku. Ibuku menyuruh Roy untuk menjemput dan mengantarku pulang. Huh, kenapa harus dia? Kenapa ibu semudah itu percaya padanya? Menyebalkan sekali sih dunia ini?

“Hay Sin! Gimana, sudah baikan?”, Tanya Roy engan tersenyum
“Lumayan.”, jawabku singkat.

Tanpa banyak bertanya lagi Roy pun mengajakku pulang dan ia sendiri yang merapikan barang-barang bawaanku. Dengan santai dan pelan-pelan  ia menggandengku karena tangan yang bekas jarum infus.  Ia mengantarku pulang dan menungguku sampai selesai mandi. Bhkan ia pun ikut acara makan malam di rumahku bersama ayah dan ibu. Aku jadi bingung. Mengapa ia bersikap seaneh ini? Apa dia merasa berasalah padaku?

Setelah makan malam ia pun pamit untuk pulang. Ia hanya berkata padaku untuk banyak-banyak beristirahat dan sampai bertemu besok. Lalu ia mencium tangan ayah dan ibuku sambil tersenyum manis.

---***---

Singkat cerita, semenjak hari itu Roy dan Bagas  semakin dekat denganku. Aku merasa nyaman berada di dekat mereka. Diam-diam aku menaruh hati pada Roy. Roy akhirnya mengetahui perasaanku padanya. Tepat pada hari ulang tahunku yang ke-17 kita jadian dan tepat pula pada tanggal 17 Januari 2014.

Hari ini adalah hari pertamaku pacaran dengan Roy sekaligus ia adalh pacaar pertamaku. Ini adalah kado special dalam hidupku. Aku sangat bahagia dan bersyukur karena Allah telah mengirimkan manusia yang berhati malaikat untuk menemani hari-hariku. 

Tak terasa satu minggu telah berlalu. Aku menjalani hubngan dengan Roy tanpa ada masalah sedikitpun. Aku berharap semoga ia alalah takdir yang telah dituliskan Allah untukku.  Namun semua itu tidak sesuai dengan anganku. Roy yang telah mengajakku terbang tinggi kea wan, kini ia melepasakan ku dan menjatuhkanku sejatuh-jatuhnya. 

Saat itu aku berjalan menyusuri lorong sekolah yang bersebelahan dengan kelas XII IPA 3. Tidak sengaja aku mendengarkan pembicaraan beberapa orang yang tidak asing lagi suaranya bagiku.

“Bagaimana, elo ngakau kalahkan?”
“Ok. Gue akui elo lebih hebat dari gue. Elo menang dalam taruhan kali ini. Rp3000.000,00 ada adi tangan lo yang telah berhasil nakhlukin cewek yang super cuek di seolah ini.”
“Enggak deh Gas, uang itu buat elo aja. Kemenangan ini sudah lebih dari cukup buat gue.”
“Lantas apa misi lo selanjutnya?”
“Itu bukan urusan lo. Urusan kita hari ini sudah usai. Gue …”
“Cukup..!!” kata-kataku membuat Bagas dan Roy tersentak. Air mata mengalir bercucuran dan sudah tidak dapat aku tahan. Aku menatap mereka lekat. 

Lalu aku pun pergi meninggalkan mereka. Aku tidak peduli dengan segala perkataan mereka. Mereka adalah teman buruk yang pernah akau kenal. Mereka pikir aku adalah barang yang bisa mereka pertaruhkan. Aku terus berlari tanpa menghiraukan Roy yang terus berteriak. Hatiku sakit sekali dan rasanya aku adalah orang yang sangat malang di dunia ini.

Kalian tahu bagaimana rasanya terbang di posisi yang tinggi lalu tiba-tiba dijatuhkan dengan sangat ganas sekali. Ya… that’s I feel today. Ya Tuhan .. mengapa harus ada di lowest point ini lagi. I’m tired…

Mulai hari itu akupun menjauhi Roy dengan segala jerih payahku. Aku pun mulai terbiasa menjalani hidup tanpa Roy dan Dimas yang selalu ada di dekatku. Setiap hari tak ada hentinya Roy mengirimu kata maaf yang sebener-benarnya. Namun tak ada satu pesanpun yang aku balas. Baik melalui BBM, watshap, line, sms, dal medsos lainnya. Aku muak dengan semua sikap Roy yang tidak ada jelasnya sama sekali. Aku pun heran. Apa sih sebenarnya mau dia itu?

Hingga suatu ketika ia mengirimiku pesan dan entah mengapa jari-jariku membalas pesan itu.

From : Roy
Sin, elo boleh marah sampai kapanpun yang elo mau. Tapi beri aku kesempatan untuk menjelaskan semua semua padamu. Berikan aku satu kesempatan terakhir. Hari ini gue tunggu elo di café Sue-Zie jam 17.00 WIB.

Replay : 
To : Roy
Ok. Wait me.

Bodoh sekali sih aku membalas pesan itu. Gara-gara tingkahku ini harus memaksaku menemuinya dan ganti baju. Sebenarnya aku tidak bisa membohongi diriku sendiri karena aku masih mencintainya. Tapi  aku tidak terima dengan perlakuan Riy yang menjadikanku barang taruhan. Aku manusia yang punya harga diri yang tidak bisa ia pertaruhkan dengan semaunya. 

Tak beberapa lama akupun sampai di café tempat kita janjian. Setelah tiba di sana, ternyata Roy belum juga menampakkan batang hidungnya. Sialan,, dia yang meminta maaf, eh aku yang harus nunggu. Gila bener tuh orang ya! 

Ku pandangi dentuman jam tangan ku dari detik ke menit hingga tidak tersa sudah 45 menit aku menunggu. Kuraih ponsel ku dan kukirimkan pesan padanya.

To : Roy
Gila lo, kemana aja? Sengaja elo bikin gue jamuran nunggu elo di sini. Sudah ya Roy, gue mau pulang. Elo gag perlu kesini. Sudah cukup elo permainkan hatiku dengan cara yang buruk. Thank’s for all.

Setelah mengirim pesan itu, aku belum juga beranjak dari tempat duduk. Hatiku pilu, dan langkahku pun terasa berat untuk melangkah pulang. Rasanya ada yang aneh dengan perasaanku hari ini.
Tiba-tiba…
BRAKKK!!!!

Suara benturan yang sangat keras ku dengar dan juga tidak jauh dari café ini. Banyak orang keluar ntuk menyaksikan apa yang sedang terjadi. Aku pun juga penasaran, akhirnya aku juga ikut melangkah keluar dan mendekati kerumunan banyak orang di tepi jalan.

Ternyata… segala kekhawatiranku benar. Kecelakaan tragis yang barusan terjadi adalah Roy vs Truk. Ya Tuhan… cobaan apa lagi ini? Kuatkah aku untuk menanggungya?

“Roy,kamu tidak papa kan? Kenapa bisa sampai seperti ini?”, tanyaku disertai dengan isak tangis yang tak terbendung lagi.

Roy hanya tersenyum dan menahan akit yang ia derita. Ia pun menyerah kan sapu tangan, dan bungkusan yang terjatuh di sebelahnya.

“Maafkan aku Sin, aku mencintaimu.”, kata Roy dengan nada yang sangat lemah.

Roy menggenggam tanganku erat seolah ia tak ingin kehilangan aku. Aku hanya bisa menangis dan berteriak minta tolong dengan oang yang berbaju merah di sebelahku untuk menghubungi ambulance. 

“Roy, kamu harus kuat ya? Jangan banyak bicara, ambulance akan segera dating untuk menolong mu. Aku juga cinta sama kamu. Aku sudah maafin kamu. Maafkan aku juga.”, kataku sambil menatap Roy yang hanya tersenyum tipis. Wajahnya semakin pucat. Tangannya semakin dingin sedangkan genggamannya semakin lemah. Hingga ahirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya sebelum ambulance tiba.

Kepergian Roy membuatku syok dan pingsan selama berjam-jam. Aku tidak sadar dengan apa yang terjadi. Setelah aku membuka mata aku sudah berada di rumah sakit ini lagi. Tempat dimana menciptakan kenangan yang indah bersama Roy waktu itu. Ternyata Roy sudah dimakamkan beberapa jam yang lalu. Aku pingsan selama 20 jam. Hah? Ini pingsan apa mati suri ya? Ibuku pun juga cemas dengan keadaanku seperti ini.

Aku ingat dengan bungkusan terakhir yang diberikan Roy padaku. Dengan penuh rsa penasaran kaupun membukanya. Air mata terus mengalir karena kau tidak kuat lagi untuk menahannya.

To : my dear, Sinta
Sin, gue minta maaf atas kejadian selamai ini sama elo. Gue salah. Sebenarnya gue udah sejak lama naksir lo. Gue marah ketika tahu elo sering jalan dengan Bagas. Itu semua karena gue cemburu. Lalu sindiran gue ketika elo dapetin nilai 100 waktu itu  sebenarya karena gue bangga sama semua usaha lo yang tidak sia-sia. Gue tahu elo belajar mati-matian kan?
Soal cinta taruhan itu sebenarnya tidak seperti yang elo bayangin. Gue memang taruhan dengan Bagas, tapi itu bukan demi uang. Tapi demi buktiin cinta gue sama elo. Gue enggak rela elo jadian sama Bagas karena cewek Bagas banyak sekali. Bahkan hamper setiap malam munggu ia pergi ke café dengan cewek berbeda.
Gue cinta tulus sama elo Sin, gue enggak rela elo diamainin Bagas gitu aja. So, gue ngajakin Bagas buat taruhan dapatin elo. Gue berjuang setengah mati uat dapetin elo. Itu semua agar bagas pun tahu bahwa elo bukan cewek murahan. Gue sayang sama leo sin.
Ini ada liontin buat kamu. Jika suatu saat kita memang sudah ditakdirkan untuk berpisah dengan jalan masing-masing, gue harap elo masih akan tetap ingat aku. Jaga ini baik-baik walau pun elo masih benci sama aku. Mungkin aku bukan yang terbaik buat kamu. Tapi perlu kamu tau, di setiap sujudku, ku sebut namamu pada Yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan senantiasa melindungimu.
Yang Mencintaimu
Roy        

Tuhan terimaksih karena Engkau telah menghadirkan sosok manusia yang berhati malaikat untuk mengisi hari-hari sunyiku. Terimakasih atas semua yang telah Engkau berikan. Jagalah ia disamping-Mu. Berikan ia posisi yang terbaik dan terimalah semua amalan baiknya. Amiin.

---*** The_End***---
Copyright © Cerpen Menarik dan Populer. All rights reserved. Template by Amanbet