Cerpen Menarik dan Populer

Doaku Untuk Kau Bahagia

Doaku Untuk Kau Bahagia

Cerpen Patah hati - Saat itu 2011 aku masih duduk di bangku kelas 9. Aku merupakan seorang siswa yang tergolong nakal, usil, suka berantem dan sering berbuat ulah namun juga tergolong siswa yang cerdas meski jarang belajar dan memperhatikan guru-guru yang menerangkan.
Sejak aku masuk dibangku kelas 8, ada seorang siswi adik kelasku yang baru masuk di SMPku. Pertama aku melihatnya jantungku serasa berdebar. Ya, aku suka padanya namun kata orang orang dewasa biasanya itu cuma cinta monyet. Tapi aku rasa tidak. Sebab sampai detik ini aku juga masih mencintainya.

Ujian Tengah Semester sudah terlaksana, sekarang waktunya class meeting. Saat itulah aku sering berkeliling sekolah bersama teman-teman cowokku dan mengusili adik-adik kelasku. Tepat di depan kelas 8e aku berkumpul dan duduk bersama teman-temanku untuk beristirahat berusil. Saat itu aku melihatnya lagi, seorang perempuan yang belum sempat aku tahu namanya. Saat itu juga aku beranikan untuk mengenalnya, Zani namanya.

Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan aku berteman dengannya dengan menyembunyikan semua perasaanku padanya. Perhatian, suara, canda dan tawanya selalu menjadi bulan dan bintang yang menghias langit hitam di malam hari setiap hariku. Nasihat-nasihatnya menuntuku untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Tapi entah kenapa aku semakin nyaman, senang dan bahagia saat bersamanya. Aku semakin terjerat dalam cinta yang semakin hari semakin mengutuk hatiku untuk melukiskan nama dan dirinya di dalam sana. Aku semakin bahagia berbagi hidup dengan Zani meskipun aku tidak tahu seperti apa hatinya padaku. Aku terlena dalam sebuah penjara kesakitanku sendiri. Aku bahagia tanpa mengetahui akhirnya akan seperti apa.

2 Tahun Telah berlalu aku masih dalam sihirnya. Zani selalu berbagi denganku. Keluh kesah dan bahagianya selalu ia ceritakan padaku. Ia sering disakiti laki-laki yang pernah menjadi kekasihnya. Ia pernah menangis padaku saat ada seorang yang hendak merenggut kesuciannya, hatiku terbakar mendengarnya. Ingin aku berada di sampingnya dan menjaga setiap langkahnya hingga suci pernikahan nanti bersamaku. Tak kuasa aku menahan berjuta perasaanku padanya.

“Zan, kamu pernah merasa ada perbedaan gak sejak kita kenal dulu sama sekarang?”, kubuka sebuah obrolan kecil setelah ia curhat padaku tentang kegalauannya.
“Perbedaan? Contohnya?” tanyanya balik.
“Ada sebuah rasa di sini zan. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu! Aku ingin melihat tawamu karenaku, bahagiamu juga karena aku. Demi Allah aku mencintaimu dan ingin membimbingmu ke jalan yang diridhoiNya. Aku ingin kamu menghiasi hariku hingga nanti denyut nadiku telah terhenti. Aku mencintaimu, Zan!” Aku merintihkan banyak kata yang tak mampu kuucapkan. Bergejolak mencincang hatiku.
“Dim? Kok diem sih? Perbedaan apa?” Ia membangunkanku dari sebuah imaji indahku saat terbayang aku mengatakan semuanya padanya.
“Gak papa kok. Beda aja gitu, dulu kita kan masih SMP dan gak tau apa pun tentang… emm…”
“Tentang apa?”, tanyanya lagi.
“Tentang SMA lah. Namanya juga anak smp kan gak tau apa pun sama SMA. Hehehe… Cepet banget ya, sekarang kamu udah 17 tahun dan aku udah mau lulus, tapi makasih ya udah nemenin aku dan jadi sahabat baikku. Aku sayang kamu, Zan. Kamu sahabatku yang paling sering bikin aku khawatir. Jangan sering nangis dong, cepet tua loh nanti!” Candaku sembari menutupi perasaanku yang sebenarnya.
“Ihhh, kamu.. Aku nangis kan bukan salahku? Hmm, tapi iya deh.. Aku yang makasih tau… kamu udah mau jadi tempat sampah dari penderitaanku ini, dim. Aku sayang banget sama kamu. Kamu jangan berubah ya!” senyumnya.
“Aku senang jadi tempat sampah kesedihanmu, Zan. Buang semua kesedihanmu bahagialah! Aku ingin kamu bahagia.” aku tersenyum padanya tanpa berkata apa pun menyembunyikan semua kata yang ada di hatiku.

Sudah lama kita tidak bertemu, air mata selalu menghiasi malamku. Berpuluh lagu kuciptakan untuk mengurangi bebanku. Tak henti gitar terus terpetik jari yang menari merdu di setiap helai senarnya.

Di ujung penantianku mengumpulkan keberanianku untuk mengatakan padanya, aku beranikan untuk bersuara tentang hatiku. Saat itu aku hanya berbaring termenung bersamanya memandangi sunset di bawah hamparan senja. Aku melihatnya tanpa ia sadari. Tiba-tiba ia menoleh padaku. Aku melepaskan mataku dari matanya. Aku tidak berani memandangnya saat itu.

“Kenapa aku harus jatuh cinta kalo gak bisa berkata-kata?” bisikku sendiri dengan pelan. Tanpa aku sadari Zani mendengarnya.
“Kamu jatuh cinta, Dim? Cieee, sama siapa tuh? Ehem.. ehem..”
“Nggak kok, siapa bilang?”
“Kan kamu yang bilang sendiri barusan? Jujur aja deh sama aku. Siapa orangnya, Dim? Pasti cantik ya?”
Kejar dong! Ungkapin, jangan takut gitu!” sambungnya.
“Apa aku benar harus jujur?”
“Wajib!”
“Sekarang, Zan?”
“Iya sekarang, bilang sama aku gak usah malu!” ia tersenyum.
“Orang bilang jatuh cinta waktu kecil itu cuma cinta monyet kan? Tapi kenapa masih terbawa sampai sekarang ya?”
“Berarti itu cinta sejati.” jawabnya dengan nada memberi tahu anak TK.
“Kalo gitu kalo misalnya wanita yang aku cintai kamu, apa kamu cinta sejati aku? Hahaha..” seriusku dengan nada bercanda.
“Pastinya dong! Emangnya siapa sih?”
“Aku takut kehilangan kamu kalo aku bilang.”
“Gak usah takut, kamu segalanya buatku.” nada lembut yang diiringi senyum serta kalimat yang menjebakku pada sebuah rasa yang semakin dalam itu seperti api yang membakar amarahku. Aku marah padanya.
“Udah lah, Zan. Kamu jangan bilang aku segalanya, itu menjeratku. Membuatku masuk ke dalam rasa yang tersimpan di hatiku sejak dulu. Tau gak kamu kalo aku cinta sama kamu?” ucapku dengan nada sedikit tinggi.
“Apa?” Ia meneteskan air matanya.
“Aakuu Ciintaaaaa Kamu, Zan! Saaangat mencintaimu. Sejak dulu, sejak aku melihatmu menjadi adik kelasku. Saat pertama aku melihat candamu bersama teman-temanmu, Aku cinta kamu, Zan. Hhehh..” terengah-engah aku mengucapkannya.
Ia hanya menangis, menangis keras sambil memelukku erat. Entah apa dia terharu atau sedih karena seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Sekian lama kita diam, ia berkata dalam tangisannya di pelukanku.
“Seharusnya tidak begini, Dim. Ini salah.” isaknya.
Tak terasa air mataku mengucur deras. Aku lepaskan pelukanku, namun ia enggan melepasnya. Zani terus memelukku erat, aku hanya pasrah. Deru tangisan mengalahkan angin.
“Kamu tidak mencintaiku?” tanyaku.
“Entahlah, tapi sungguh aku tidak ingin kehilanganmu, Adim! Aku sayang kamu. Kamu bisa membuatku tertawa, bahagia, sedih juga khawatir. Kamu sahabatku!” tangisnya semakin keras, pelukannya kian erat.
“Lalu bagaimana dengan mereka yang sering menyakitimu? Kenapa kamu malah pernah mencintai mereka yang tidak peduli padamu?”
“Aku tidak punya jawaban untuk itu, aku hanya suka. Seandainya aku hanya menyayangimu, aku mohon kamu jangan pergi, Dim. Please!” Tangisnya semakin menjadi-jadi.
Aku lepaskan pelukannya, kuangkat tangannya tepat di hatiku. “Zan, jika memang seperti itu, persahabatan ini tidak akan baik. Aku akan pergi. Jika ini diteruskan, aku akan sakit mungkin mati, Zan. Aku akan mendoakanmu yang terbaik. Aku akan mencoba merelakan dan melupakanmu entah bagaimana caranya. Aku yang bersalah, seharusnya aku ungkapkan dulu saat cinta itu hanya cinta monyet. Maafkan aku telah salah mengartikan ini semua. Terima kasih juga telah menjadikanku sahabat terbaikmu juga memberikan sebuah tempat di hati dan ingatanmu. Jika kita esok bertemu lagi, semoga kamu bahagia, Zan. Jika memang tidak mungkin untukmu. Maaf, Zan!”
“Jangan pergi, Dim. Aku juga mencintaimu. Tapi aku tidak bisa melebihi sahabat. Aku tidak mau kamu pergi ninggalin aku. Aku tidak ingin kehilanganmu jika nanti kita akan putus. Please jangan pergi, Dim.” isaknya sambil kembali memelukku. Aku lepaskan pelukannya.
“Maaf, Zan. Aku akan pergi. Tidak mungkin jika seorang mencintai sahabatnya dan diketahui oleh sahabatnya bahwa ia mencintainya sedangkan mereka hanya bersahabat orang itu akan bertahan. Itu tidak mungkin, Zan. Rasanya sangat sakit. Aku harus melupakanmu, kamu harus menjauhiku! Aku harus pergi, hari sudah gelap.” aku kecup keningnya dan melepaskan tangannya. Aku hapus air mataku lalu mengantarnya pulang tanpa ada sepatah kata pun.

Kini hari-hariku sunyi, tanpa ada tawa asli di hidupku juga tanpa ada cinta selain Zani di hatiku. Hanya panjatan-panjatan doa setiap usai shalatku yang meminta untuk kebahagiaannya. Hingga kini rasa itu masih saja belum menghilang. Entah kenapa, 4 tahun lebih sudah berlalu, aku masih merindukannya dengan air mata.

“Ya Allah, berikanlah bahagia di hidupnya. Berikanlah pula kesehatan padanya. Jika seandainya ia bersedih, berikanlah sedih itu padaku dan tukarlah dengan kebahagiaan yang tertuju padanya. Amiin.”

Setiap malam doaku tak pernah tidak menyebut namanya. Zami. Aku ketahui saat ini ia sudah punya pacar bernama Rif. Semoga ia tidak menyakiti Zani.

END

Serpihan Pengetahuan

Serpihan Pengetahuan

Cerpen Inspiratif,- Dalam hidup, aku selalu memikirkan akan bagaimana masa depanku nanti. Apakah setelah tamat dari kampus ini, aku akan segera mendapatkan pekerjaan? Di manakah aku akan bekerja? Dan untuk siapakah aku akan bekerja? Dan berapakah gajiku pada saat aku bekerja? Apakah orang-orang akan menghargai pekerjaanku dan mendapatkan pujian dari atasan?
Seorang guru. Itulah yang akan menjadi gelarku setelah tamat dari kampus ini. 4 tahun sudah aku menamatkan pendidikan di salah satu Universitas di Jogja. Dan sekarang, bagaimanakah dan dimanakah aku akan bekerja?

Namaku Rani Haryani. Aku mempunyai seorang sahabat. Namanya Sarah Kandelia. Dia merupakan sahabat saya yang paling disegani. Selain mata yang sangat indah dan berseri, raut wajahnya juga sangat ramah. Tentu saja, dia pun menamatkan pendidikan di Universitas yang sama, namun ia mendapatkan gelar yang berbeda denganku. Yaitu Psikolog anak. sosok Sarah tidak diragukan lagi, jika ada permasalahan anak yang terjadi di sekitar dia, maka ia tidak segan-segan untuk mendekati anak tersebut dan menyelesaikan pada hari itu juga.

3 bulan sudah, kami berdua belum mendapatkan sebuah pekerjaan yang kami inginkan. Dan pada suatu ketika, Sarah mengajakku ke kampung halamannya di pulau Rote. Sebuah pulau paling selatan di Republik Indonesia ini. Katanya, kami akan berlibur selama 1 minggu. Aku pun sangat antusias dengan ajakan sahabatku itu dan segera menyiapkan diri untuk berangkat. Dia meminta agar dalam 2 hari ini aku harus mempersiapkan barang-barang untuk berangkat ke Rote.
Selama 2 hari, aku menyiapkan diri untuk berangkat, bersama-sama dengan Sarah. Waktu itu, aku sempat dilarang oleh orangtuaku untuk ke sana. Mereka pikir, aku ini adalah anak tunggal. Jadi, tentu saja mereka merasa khawatir akan keberadaanku nanti. Tapi, setelah aku membujuk mereka bahwa aku hanya pergi selama 1 minggu, akhirnya mereka pun menyetujuinya dengan syarat bahwa selama di sana, handphone ku harus tetap aktif bagaimanapun caranya.

Akhirnya aku dan Sarah sampai ke kampung halamannya. Suasana di pulau Rote ini sangat berbeda daripada daerah asalku. Lalu, kami pun melanjutkan perjalanannya dan sampai ke rumahnya yang hampir memakan waktu 1 jam. Wow, sangat jauh dan jalannya pun hampir semua berbatu-batu. Tapi, semua pun terbayarkan dengan secangkir teh hangat dengan suasana yang sangat sejuk.

Rumahnya sangat sederhana. Temboknya yang masih terlihat batu-batanya, dan lantai rumah yang masih terlihat sangat sederhana. Aku sempat menganggumi akan sosok Sarah. Dia sangat mengetahui akan susah orangtuanya, dan selama ia bersekolah di Jogja, ia banyak mendapatkan beasiswa setiap tahunnya dan prestasi akademiknya juga sangat luar biasa. Itulah mengapa saya mengatakan bahwa ia adalah orang yang saya segani.

Keesokan paginya di hari Senin, aku melihat beberapa kelompok siswa dengan berseragam merah putih, dan sekelompoknya lagi memakai pakaian bebas yang memegang sebuah buku sedang melewati di depan rumah Sarah. Saya melihat, ada senyuman, canda dan tawa yang menghiasi raut wajah mereka. Seakan-akan, dipikiran mereka tidak ada kata bosan untuk bersekolah. Berbeda denganku dulu, sewaktu masih SD aku selalu malas untuk bersekolah dan bahkan sampai kuliah pun aku masih memiliki sifat itu.

Ketika aku sedang duduk di bawah sebuah pohon rindang, Sarah datang dan mengejutkanku, “Woe… apa yang kamu lihat hah?” Aku pun sangat kaget dan berkata, “Sarah? Hah.. jantungku hampir lepas tau.” “Hmm.. aku melihat dari tadi, kamu sedang bengong. Ada apa?” tanya Sarah. “Oh iya.. aku mau tanya kepadamu sesuatu. Jarak dari rumahmu ke SD di dekat sini berapa yah?” tanyaku dengan penuh penasaran. “Tidak terlalu jauh sih.. kamu bisa berjalan kaki kok. Emangnya ada apa?” tanya Sarah. “Tidak.. aku hanya bertanya saja” kataku. “Ooo.. eh Rani, kita masuk makan dulu yuk. Ayahku sebentar lagi akan pergi mengajar di sekolah. Paling tidak, kita bisa makan bersama-sama walaupun hanya sekali. Yuk..” ajak Sarah. “eh.. tunggu.. tunggu.. tadi kamu bilang ayahmu akan mengajar sebentar lagi. Apakah ayahmu itu seorang guru?” tanyaku. “Iya, bukankah aku sudah memberitahukan kamu sewaktu di Jogja? Ayahku kan seorang kepala sekolah. Apakah kamu lupa?” jelas Sarah. “Oh iya aku lupa. Ayo kita masuk makan. Perutku sudah keroncongan” ajakku.

Aku, Sarah dan kedua adiknya serta orangtuanya pun makan bersama. Pada saat makan, Ayah Sarah bertanya kepadaku, “Sani, anakku banyak bercerita tentangmu. Apakah kamu adalah seorang guru?” “Benar om. Tapi, aku masih menganggur di rumah” jawabku. “Kalau mau, sebentar sehabis makan, saya mau ajak kamu dan juga Sarah untuk ikut ke sekolah bersama-sama. Lagipula, di sekolah saya, kekurangan guru pelajaran matematika. Mereka yang sempat mengajar di sini, kebanyakan meminta pindah ke sekolah yang lebih bagus lagi. Kamu mau kan? Atau, jika kamu tidak mau mengajar, saya tidak memaksa” kata ayah Sarah. “Oh tidak om. Saya ingin dan sangat ingin untuk mengajar” ujarku. “Baiklah.. setelah ini, kamu dan Sarah harus bersiap-siap. Saya akan tunggu kalian di sekolah” kata ayah Sarah. “Baik” kataku dengan penuh semangat.

Aku dan Sarah pun bersiap-siap dan berpamitan. Kami pun berjalan ke sekolah yang agak lumayan jauh dan sampai di salah satu sekolah dasar yang ada di Rote. 10 ruangan kelas yang ditata dengan cukup rapi, dihiasi dengan rumput-rumput kecil di sekitar halaman sekolah membuatku merasakan bahwa ini sangat-sangat berbeda dengan yang ada di Jogja. Sangat sederhana namun banyak siswa-siswi yang sangat senang berada di sekolah ini. Sarah juga pernah bersekolah di sini. Aku belum memiliki pengalaman untuk mengajar, namun aku memiliki tekad untuk bisa dan harus penuh keyakinan.

Aku dan Sarah disuruh masuk bersama-sama di salah satu ruangan kelas untuk mengajar matematika. Di ruangan kelas itu, aku menemui 15 murid yang dengan semangat untuk belajar. Melihat mereka semangat, aku pun juga turut bersemangat mengajar mereka. Salam dan hormat pun telah mereka berikan. Lalu apakah yang harus aku berikan kepada mereka? Salam mereka seperti salam kepada seorang penguasa yang datang kepada hamba-hambanya. Oleh karena itu, aku harus memberikan kepada mereka sebuah pengetahuan yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi mereka semua. Mungkin, hanya inilah yang bisa saya berikan untuk mereka.

Dalam kelas itu, aku mendapatkan tugas untuk mengajar, dan Sarah pun membantu saya untuk dapat mengerti akan bahasa mereka. Karena, sebagian kecil dari mereka masih terikat akan bahasa daerah. Maka Sarah pun menjadi seorang penterjemahan bagi saya.

Keesokan paginya, masih dengan semangat lagi aku bersiap-siap untuk mengajar. Aku sadar, bahwa aku hanyalah seorang yang dapat membantu di sekolah ini. Dan aku berpikir bahwa, ternyata masih banyak anak-anak desa yang ingin mendapatkan pengetahuan dari orang-orang yang telah bersekolah tinggi. Tapi, bagi sebagian banyak orang, pekerjaan di kota membuat hidup mereka sangat meyakinkan daripada pekerjaan di desa terkhususnya guru. Melihat siswa-siswi yang sudah aku anggap sebagai adikku sendiri walaupun hanya sehari saja, aku tidak mengharapkan balasan dari siapa-siapa lagi. Tugasku di sini hanyalah membantu untuk mengajar dan memberikan kepada mereka walaupun hanya serpihan saja pengetahuan kepada mereka.

Pada waktu aku dengan Sarah berangkat ke sekolah, ibuku menelepon. “Hallo Sani, bagaimana kabarmu? 5 hari lagi kamu akan pulang kan?” tanya ibuku penuh cemas. “Ibu, aku baik-baik saja. Ibu tidak usah khawatir, Sarah dan keluarganya menjagaku kok. Tapi, bolehkah aku meminta satu hal dari ibu?” pintaku. “Apa itu sayang?” tanya ibuku. “Aku ingin lebih lama lagi di sini. Aku sangat ingin mengajar. Aku diminta oleh ayah Sarah untuk mengajar anak-anak sekolah dasar pelajaran matematika. Boleh yah ibu? Ku mohon” kataku penuh harap. “Sayang, apakah tidak ada tempat lagi di Jogja yang cocok dengan profesi kamu menjadi guru? Di sini banyak sekali sekolah-sekolah berstandar internasional yang masih membutuhkanmu. Berapa gaji di sekolah yang kamu ajarkan itu? Itu tidak akan cukup untuk keseharianmu” jawab ibu dengan nada meninggi. “Ibu, aku tidak perduli tentang sekolah-sekolah elit di sana. Ibu, di sini banyak sekali anak-anak yang ingin mendapatkan pengetahuan dari sosok guru sepertiku ini. Namun, berapa banyak orang yang mengajar di desa-desa seperti ini? Hanya hitungan jari saja. Dan jika demikian, bagaimana dengan masa depan mereka? Bagaimana dengan hidup mereka selanjutnya? Soal gaji, aku tidak peduli bu. Senyuman dan kecerdasan mereka, itulah yang akan menjadi gaji terbesar yang tidak semua orang dapatkan. Ku mohon. Berikan aku waktu lagi cukup lama di sini. Aku janji, aku akan pulang menemui ibu dan juga ayah di rumah” tegasku. “Baik sayang. Kalau memang itu yang kamu mau. Ibu akan kasih kamu waktu selama 2 bulan. Kurasa itu sudah cukup bagi kamu” kata ibu. “Trimakasih ibu, salam ayah” kataku bergembira. “Baik sayang. Jaga dirimu baik-baik. Salam semua keluarga Sarah juga yang ada di Rote” pinta ibu. Aku akhirnya diberikan 2 bulan untuk tetap di Rote dan juga mengajar.

Selama 2 minggu aku mengajar anak-anak di semua kelas dengan penuh semangat. Lalu, aku mendapatkan sms dari Roy teman saya yang sudah mendapatkan pekerjaan di dinas pendidikan Jogja yang bunyinya seperti ini, “Selamat siang Sani, apa kabarmu hari ini? Oh ya, aku dengar kamu sedang mengajar di salah satu sekolah dasar di Rote kan? Aku mendapatkan satu tugas untuk mencari 20 orang anak untuk mengikuti olimpiade Matematika tingkat sekolah dasar di Singapura. Nanti dari 20 orang anak itu, akan di seleksi lagi dan hanya tersisa 10 orang saja yang nantinya akan mengikuti olimpiade tersebut. Namun, aku kekurangan 3 orang. Aku harap, kamu bisa membantuku.” Yah, cukup singkat dan aku sangat terkejut. Di waktu yang sama, kepala sekolah yakni ayahnya Sarah membawakan sebuah surat pemberitahuan dari dinas pendidikan Jogja. Isi suratnya itu sama dengan isi sms yang aku terima dari Roy. Penyelenggaraan seleksi olimpiade itu akan berlangsung kurang dari 3 minggu lagi. Hal itu membuatku sangat bersemangat dan antusias untuk memilih 3 orang anak tersebut di sekolah ini.

Akhirnya aku dan Sarah mendapatkan ketiga orang tersebut untuk mengikuti seleksi olimpiade di Jogja. Yakni, Rudi, Helen, dan Adel. Selama 2 minggu penuh, aku dan Sarah mengajarkan mereka mengenai pelajaran matematika agar mereka bisa menjawab soal dengan baik. Kemampaun intelektual mereka bertiga tidak diragukan lagi. Aku sangat optimis bahwa mereka semua akan lolos dalam seleksi olimpiade matematika ini.

Keesokan harinya, Aku pun membawa mereka bertiga ke Jogja dengan uangku dan tentunya bersama-sama dengan Sarah. Aku melihat wajah mereka ketika baru pertama kalinya untuk naik pesawat terbang. Rasa kagum dan heran terpancar dari raut wajah mereka yang lucu.

Akhirnya kami sampai di Jogja. Aku memberitahukan mereka bahwa kota ini adalah tempat tinggalku dan Jogja dijuluki sebagai kota pelajar.

Aku membawa mereka ke rumahku. Kebetulan, rumahku cukup besar yang memiliki 2 kamar tidur yang masih kosong. Biasanya keluargaku yang dari jauh akan datang dan menginap di kamar itu. Aku pun segera mendapati orangtuaku. Sebelumnya, aku sudah berbicara kepada orangtuaku tentang ketiga orang anak dan Sarah yang akan menempati rumah ini. Mereka sangat senang. Belum pernah ada anak-anak yang menginap di rumah ini. Kecuali keluargaku yang dari jauh.

Waktu seleksi pun dimulai. Aku dan Sarah membawa ketiga anak dari Rote ini menuju ke salah satu sekolah dasar bertingkat yang ada di Jogja. Aku sempat melihat di raut wajah mereka bertiga yang sempat gugup dalam menghadapi seleksi ini. Aku juga sempat menanyakan kepada Sarah, apakah sekolah mereka pernah mengikuti kegiatan seperti ini. Tapi, Sarah menjawab belum pernah. Lalu, aku pun menguatkan mereka dan berkata, “Jangan takut. Santai saja. Anggap saja, orang yang akan mengikuti seleksi bersama-sama dengan kalian ini adalah teman. Kalian harus yakin, kalian pasti bisa. Bukankah kalian ini sangat hebat dalam pelajaran matematika? Setiap kali ulangan harian, kalian selalu mendapatkan nilai 100. Ayo semangat!” Dan akhirnya mereka bertiga kembali tersenyum dan semangat untuk mengikuti seleksi. Mereka pun berdoa kepada Tuhan agar mereka diberikan kekuatan untuk bisa mengikuti seleksi ini.

Seleksi pun dimulai. Keduapuluh anak sedang mengikuti seleksi. Selama 2 jam penuh, aku dan Sarah hanya menunggu di luar sambil berdoa agar mereka tidak pernah lupa dengan apa yang diajarkan dan mereka bisa menjawab dengan benar serta kami berdoa juga agar mereka jangan gugup dalam mengerjakan soal olimpiade.

Waktu seleksi pun berakhir. Selama 2 jam mereka di dalam kelas. Seakan-akan mereka sedang berburu untuk mendapatkan 10 tiket ke Singapura untuk mengikuti lomba olimpiade internasional tingkat SD. Mereka pun langsung memeriksa hasil seleksi dan langsung diumumkan. Hasil seleksi dan nama-nama yang masuk 10 besar pun dibacakan. Aku melihat Roy yang memegang sebuah map berwarna coklat yang akan membacakan. “Kami akan mengumumkan kesepuluh anak yang akan mewakili Indonesia ke Singapura.”

Mendengar nama dari kesepuluh orang itu, aku dan Sarah sangat terkejut sekali ketika Adel masuk dalam seleksi itu. Namun, Rudi dan Helen tidak bisa masuk, karena hasil yang tidak maksimal. Sudah menjadi tugas aku seorang guru untuk menguatkan hati Rudi dan Helen dan dibantu oleh Sarah. Tangisan mereka seakan-akan mengundangku juga untuk menangis. Namun, aku berkata kepada mereka berdua, “Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama seperti kalian bertiga. Menang dan kalah sudah merupakan tradisi dari dulu dalam perlombaan. Aku tahu akan perasaan kalian, namun aku mau agar kalian tidak usah bersedih lagi. Mari kita dukung Adel agar ia bisa menjadi juara olimpiade di Singapura. Ayo tersenyumlah. Senyuman kalian sangat berharga buatku.” Mereka pun tersenyum dan kembali tertawa serta menepuk bahu Adel dengan keyakinan bahwa ia pasti bisa.

Aku dan Adel pun diberangkatkan ke Singapura bersama kesembilan anak-anak beserta para pendamping. Sarah tidak ikut karena dia harus menjaga Rudi dan Helen di Jogja sambil menunggu kami untuk pulang.

Tibalah kami di Singapura. Kami pun mengunjungi berbagai tempat wisata di Singapura. Aku melihat sosok Adel yang sangat beruntung bisa lolos seleksi olimpiade. Sekarang, ia akan menghadapi tantangan yang lebih besar lagi. Dari kelima negara, hanya dipilih 4 pemenang saja dalam olimpiade ini. Aku yakin, Adel akan sangat menikmati perlombaan ini.

Tibalah harinya untuk memulai lomba olimpiade matematika. Aku sangat gembira ketika aku melihat Adel dan kesembilan anak yang lainnya memasuki sebuah ruangan olimpiade matematika. Sebelumnya, Adel sudah terbiasa belajar bahasa Inggris sewaktu di kelas-kelas sebelumnya. Dan dia sangat menyukai bahasa Inggris. Jadi, aku tidak mengkhawatirkan ketika ia mengerjakan soal matematika dalam bahasa Inggris.

Akhirnya perlombaan pun selesai dan tibalah saatnya untuk pengumuman. Nama-nama dari ke-50 anak ditampilkan di layar sesuai negara mereka. Lalu mereka mengacak nama itu dan hanya tersisa sepuluh nama. Aku sangat bergembira bahwa 3 nama anak dari Indonesia tertulis di layar itu dan salah satunya adalah Adel. Aku sempat terkejut ketika Adel langsung menyambar tangan saya. Kurasakan tangannya yang sangat dingin akibat gugup. Mukanya memerah bagaikan seseorang yang sedang jatuh cinta dan tatapannya seakan-akan rasa gugupnya hampir menguasai dirinya. Aku pun menguatkannya dan mengatakannya bahwa semua akan baik-baik saja.

Pengumuman pun diberitahukan secara lisan oleh penyelenggara lomba. Katanya, “Inilah saat yang ditunggu-tunggu bagi seluruh murid. Saya akan membacakan dari juara keempat. Juara keempat diberikan kepada Gwen dari Malaysia. Juara ketiga diberikan kepada Paul dari Filipina. Juara kedua diberikan kepada Loisa dari Singapura. Dan juara pertama diberikan kepada Adel dari Indonesia.”

Tepuk tangan dari tangisan bahagia pun saya berikan untuk anak muridku Adel. Aku sangat bangga padanya. Dan yang membuatku terharu dan sangat terharu ketika dia memberikan ucapan terimakasih di atas panggung menggunakan bahasa Indonesia dan di terjemahkan oleh Roy yang memakai bahasa Inggris. Katanya, “Terimakasih untuk Tuhan yang telah memberikan kepada saya piala ini. Aku sangat senang sekali karena ini merupakan pengalaman pertamaku dalam mengikuti kegiatan olimpiade matematika ini. Aku bisa jalan-jalan ke Singapura yang hanya sebatas melihat gambar di televisi. Terimakasih kepada sekolahku yang ada di Rote yang sudah menyediakan tempat buatku untuk bersekolah. Terimakasih untuk ibu Sarah dan kedua temanku yang gagal untuk seleksi yakni Rudy dan Helen tapi sudah mendukungku. Dan yang paling terutama dan utama buat ibu ku yang paling saya kagumi. Walaupun sudah 2 bulan, engkau mengajarkan kepadaku tentang berbagai pengetahuan matematika ini, namun aku sangat bangga bahwa ternyata masih ada orang yang ingin mengajarkan kepada kami yakni anak-anak desa sepertiku ini. Terimakasih ibu Sani Haryani. Aku tidak bisa membalas jasamu. Terimakasih buat serpihan pengetahuan ini. Akan ku sambungkan serpihan-serpihan pengetahuan ini menjadi satu keutuhan. Mungkin, hanya itu yang dapat kulakukan dan yang dapat kubalas kepadamu. Engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Terimakasih ibu Sani.”
Tepuk tangan dan wajah yang bangga di berikan kepada semua orang yang ada di ruangan itu. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepadanya. Adel, murid yang sudah memberikanku inspirasi bahwa seorang guru ternyata bukan saja mengajar, melainkan membimbing mereka dan harus tetap berada di samping mereka untuk berjalan bersama-sama ke masa depan. Seorang guru harus mengantarkan mereka ke gerbang masa depan. Terimakasih Adel. Terimakasih Tuhan. Ternyata hanya serpihan pengetahuan yang aku berikan, itu akan berbekas di dalam hati murid-muridku selama-lamanya. Inilah hadiah terbesar yang aku dapatkan dari Adel. Pertanyaan terakhirku akhirnya dijawab. Adel telah menghargai dan telah memberikan pujian kepadaku. Kurasa semua kekhawatiran dalam hidupku, kini sudah dihapuskan oleh senyuman yang indah di wajah Adel di atas panggung olimpiade di depan semua orang dari keempat negara dan Indonesia.

Pertanyaan saya kepada kalian, apakah kalian sudah bisa disebut pahlawan tanpa tanda jasa? Dan apakah kalian sudah membuat sesuatu yang berguna bagi banyak orang? Dan yang terakhir, apakah yang sudah kalian lakukan bagi anak-anak yang membutuhkan sekolah dan pengetahuan dari kalian? Jawablah dan lakukanlah.

Cerpen Karangan: Agriyan Reksy Manafe
Facebook: Agriyan Reksy Manafe
Agriyan Reksy Manafe lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 18 Agustus 1997. Ia menyelesaikan study di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2014. Ia merupakan anak ketiga dari Ayah Defris Manafe dan Ibu Horiana Ndoen ini merupakan seorang Duta Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013. Dan saat ini ia akan melanjutkan perkuliahan pada Fakultas Teologi di Universitas Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.
Hoby menulis sudah terbentuk sejak duduk di kelas X. Selain menulis, juga melayani sebagai pengajar anak-anak sekolah minggu dari tanggal 05 Mei 2014 sampai sekarang.

Sasa Anak Yang Baik

Sasa Anak Yang Baik

“Sasa, ayo cepat!” perintah Ibu Sasa yang sudah berkepala tiga. “Iya ibu” ucap Sasa. “Ini ya, dagangannya kalau pulang jangan sampai maghrib” perintah Ibu Sasa lagi. “iya” balas Sasa Simple.

“Kue!!.. Kue!!.. Kue!!… kuenya bu” teriak Sasa meski teriknya panas matahari.
Sasa dan Ibunya adalah seorang penjual Kue Bapak Sasa seorang Petani yang penghasilannya tidak seberapa. Setiap pulang dari sekolah Sasa menjajakan kue buatan ibunya. Ada Kue Cucur, kue cubit, kue lumpia dan banyak lagi. Tak peduli Ejekan dari teman-temannya atau panasnya matahari.

“Ibu, Sasa pulang” ucap Sasa. “Maaf ya bu, hari ini uang hasil dari penjualan Kue cuma dapat 30.000 aja” sambung Sasa dengan raut muka sedih. “iya, enggak apa-apa sekarang kamu mandi terus kita makan bareng ya” kata Ibu Sasa.

Keesokan harinya, Hari ini sekolah diliburkan karena para guru sedang rapat akan menyenangkan bagi anak-anak lain tapi tidak dengan Sasa. Sasa berangkat lebih awal menjajakan kuenya. Mungkin adalah keberuntungan Sasa banyak yang membeli kuenya hingga tersisa 5 buah kue saja. Sasa berhenti di bawah pohon yang rindang sekedar beristirahat dan menghitung uangnya. “20.. 35.. 40… 60… 85..” ujar Sasa. “ya semuanya ada 150.000” sambung Sasa lagi.

“Nak… minta sedekahnya kami belum makan tiga hari” terdengar rintihan seorang yang sudah tua dan sangat berat. Terlihat Seorang Nenek tua berpakaian compang-camping dengan rambut lusuh meminta-minta. “iya nenek ini makan ya” ucap Sasa sembari memberikan Kue lumpia. “Ayo nek, ikut saya pulang sepertinya akan hujan” ajak Sasa.

Sesampainya di rumah, “Sasa!!!, siapa itu?, kenapa kau ajak nenek tua ini ke sini?” ucap Bapak Sasa dengan nada membentak. “Kasihan pak, nenek ini tidak punya uang untuk makan” ujar Sasa dengan nada gemetar. “Alahhh… paling juga alasan kamu mau minta tambahan uang jajan!!” ucap Bapak Sasa dengan penuh amarah. Saat itu Ibu Sasa sedang pergi ke Rumah Majikannya. “Astaghfirullah pak, Istighfar pak… Istighfar…” Ucap Sasa dengan wajah memelas. “Sok Suci!!”. Nenek tua itu hanya bisa diam terpaku di pojok teras rumah Sasa yang mungil melihat pertengkaran antara Ayah dan Anak.

Bapak Sasa lalu masuk ke dalam rumah. Sasa hanya menangis dan menangis. Tak lama kemudian bapak Sasa kembali ke teras rumah sambil melemparkan tas berisi pakaian Sasa. “Sudah sana!!, pergi dari sini kau tak pantas tinggal di sini lagi jadilah kau gelandangan bersama nenek tua!!” kata Bapak Sasa membentak.

Lalu Nenek tua itu menggandeng tangan Sasa pergi dari rumahnya. Tak seberapa jauh kemudian hujan turun dengan lebat disertai petir yang menggelegar. Mereka berdua berteduh di pos kamling, Sasa hanya bisa menangis dan berdo’a di dalam hati kecilnya. Setelah hujan reda, mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga sampailah di sebuah rumah yang sangat besar dengan 2 buah mobil Avanza warna putih. “Kenapa kita ke sini nek?” tanya Sasa terheran-heran. “Inilah rumahmu” ucap Nenek tua. “Maksudnya?” Sasa masih heran. “Ya sebenarnya Nenek adalah seseorang yang kaya, tapi nenek kesepian buat apa harta banyak kalau kita sendiri, akhirnya nenek pun memutuskan jadi pengemis saja dan ternyata nenek bertemu dengan anak yang baik sepertimu, Nenek wariskan seluruh harta kekayaan nenek kepadamu” celoteh Nenek tua panjang lebar. “Apakah ini hanya mimpi?” tanya Sasa terheran-heran sekaligus tak percaya. “Ini bukan mimpi nak Sasa” jelas Nenek tua.

9 Tahun Kemudian…
Sekarang Sasa sudah berumur 18 tahun, walaupun menjadi Kaya Sasa tetap menjadi yang seperti dulu bahkan sudah dikenal banyak orang karena kebaikannya menjadi seorang yang dermawan. Kini Sasa Sudah masuk ke perguruan tinggi ternama di kotanya. Nenek tua sekarang sudah berumur 87 tahun. Beberapa tahun kemudian Nenek Sari, nenek tua itu telah tiada pada usia 92 tahun. Sasa sudah menjadi seorang Dokter dan orangtuanya kembali pada Sasa mereka bertiga hidup bahagia.

NASIHAT:
Bersabarlah engkau bila mendapat ujian dari yang di atas. Jangan cepat putus asa siapa tahu Allah Swt. akan memberi kebahagiaan dari mana saja.

Cerpen Karangan: Arifah Kaifah Yasak
Hai kawan,
Namaku Arifah Kaifah Yasak, kalian boleh panggil aku Rifah. Hobiku banyak Membaca buku, dengerin musik, membuat cerita,mengganggu Adik he he he. Kalau Jelek Sorry yah!
Semoga Karyaku ini diterbitkan.
Jangan lupa komen ya kakak-kakak, adik-adik dan yang baca ini.
See you…..
Salam kenal untuk teman-teman di manapun kalian berada. ^_^

I Love You You Love Me

I Love You You Love Me

“Kalian so sweet banget sihh” Yahh, begitulah kata-kata mereka jika melihat hubungan kami berdua.
“Selamat yah Ai, juga An. Moga semakin langgeng semakin cinta dan semakin sayang satu sama lain, gak ada kata putus yah buat kalian berdua, aamiin” wish dari Armell
“Thank you sobat. Aamiin, elo juga mudah-mudah tetep longlast sama Alvaro” jawa gue
“Hai! Bro selamet yah, langgeng sampe kakek nenek, hehehe” kata Alvaro ke Andra
“Aamin thanks ya sob, gue gak bakal jadi seperti ini tanpa bantuan kalian juga” jawab Andra

Oh, iya sampai lupa perkenalan…
Hai, perkenalkan nama gue Felixvaria Azzarinesha Elvamonaizahra. hahaa! Susah yah nyebut nya?. Hem, nggak kok gue gak bakal nyebutin nama gue yang ribet itu di cerita ini sampe abis, gue cukup tulis nama panggilan gue aja, Aizahra.
Artinya? Yah ada pastinya, masa nama gue panjang gak ada artinya. Arti nama gue adalah Gadis gembira dan selalu diutamakan yang mempunyai kebijaksanaan yang tinggi.
Menurut gue, kehidupan gue sama banget kayak arti nama gue karena Gue merasa segala kehendak dan kemauan gue itu diturutin itulah yang membuat selalu bahagia, dan segala kebutuhan gue selalu diutamakan. Hemm, tapi kalo masalah bijaksana?, i dont know..

Oke, balik ke perkenalan. and nama sahabat gue Armell Qatrunnada. Artinya, Putri kesayangan yang bersinar dan jernih sejernih tetesan embun pagi. Wow, emang ya, sama seperti namanya sahabat gue ini anak kesayangan dan juga mukanya itu putih bersinar, gue aja silau hahaha kidding.

Andra? Kalo andra siapa?
Andra itu pacar gue, dia itu cowok yang paling gue cintai. Hari ini tepatnya first anniversary kami berdua. Nama lengkapnya Andra Reynand Dan Alvaro itu temen Andra, plus kekasih sahabat gue Armell.

Ohh, iya gue lupa.. Gue sama armell sekolah di salah satu sekolah SMA terfavorit di kota Jakarta. Kami masih kelas 1 SMA kami juga satu kelas. Di sekolah kebetulan gue ama armell termasuk anak terpopuler, mungkin karena kami lucu, mengasyikkan, dan setiap orang yang main bareng kami pastinya gak akan bosen, hahaha, karena apa? Karena ada aja yang bisa dijadiin bahan cerita. Mungkin karena itu kami banyak teman dan mudah bergaul dengan kakak-kakak kelas. So pasti, karena wajah cantik yang mendukung wakakakak.
Oke guys, gak usah berlama-lama lagi, gue mau ceritain kisah gue. Lebih tepatnya kisah cinta gue, hehehe..

FLASHBACK On
01 02 2015
Gue sama Armell ikut acara kompoi bareng ama temen-temen sekolah. Yang ikut banyak, kakak kelas juga banyak.
Kami ketempat salah satu taman di kota ini.
Tapi, bedanya kali ini taman yang gue kunjungi itu indah bangeet, air mancur yang jernih banget airnya, ada kolam ikan di sekitar taman, bunga-bunga yang warna-warni, juga setiap tempat duduk yang ada pasti sejuk dan dingin karena pohon rindang menaunginya.
Waktu kumpul-kumpul bareng gue sama armell cuma duduk dan sesekali foto.
Tapi, karena gue baru pertama kalinya ketempat itu, akhirnya gue mutusin buat keliling keliling lihat-lihat sekitar taman. Gue ngajak Armell buat berkeliling tapi dia gak mau katanya capek.
Oke, gue jalan-jalan sendiri..
Tapi, beberapa saat kemudian di depan taman gue ngelihat cowok-cowok ganteng banget sob!. Kece banget lagi.
Gue gak sengaja mandangin mereka (mungkin gue terpana, hahaha), salah satu dari mereka sadar kalo mereka lagi diperhatiin oleh seorang cewek cantik hahaha.
Cowok itu kasih isyarat agar gue kesitu kumpul bareng mereka. Gue, gue gak tau harus apa. Jadi salah tingkah ni. Ya udah gue akhirnya kesana juga, walaupun jantung deg-degan banget. Gue juga udah nyiapin tenaga dan beberapa jurus karate yang gue pelajari. Alih-alih kalo mereka mau berbuat jahat sama gue.

Sampe disana gue disapa ramah sama cowok yang ngajak tadi.
“Hai, selamat pagi cantik” sapanya. “Owh, ehm hai juga” jawab gue sedikit gugup.
“Lah kok gugup gitu?, biasa aja neng cantik” ucapnya, sedikit gombal.
“Cantik kenalin nama gue Andra, nama kamu siapa” ucapnya lagi
“Nama gue Aizahra..” jawab gue singkat.
“Kenalin nama gue Ricky” ucap yang lain.
Dan akhirnya mereka ngenalin nama mereka satu-persatu.

Namanya, Andra cowok pertama yang ngelihat gue sekaligus ketua di geng mereka, mungkin karena dia paling ganteng dan paling menonjol dari yang lain. Yang kedua Ricky. Cowok yang menurut gue paling tinggi disitu. Yang ketiga Galih, cowok yang cool banget tetapi mukanya itu lohhh, imut-imut gimana gitu, kalo pake jilbab pasti akan disangka orang beneran cewek hahaha Keempat Alvaro, cowok satu ini rada rada keturunan arab, alis tebel, hidung mancung, yah kayak orang arab gitu, yang pasti gak mama atau papanya orang arab. Oke dan terakhir namanya Stefen, yang satu ini jelas-jelas muka bule. Maminya asli bandung, and Dadinya asal Inggris. Orang bandung plus Inggris, pasti kebayangkan gimana gantengnya..

“Aizahra, kamu sendirian aja?.. masa cantik-cantik sendirian, nanti kalo ada yang mau berbuat jahat gimana? Kan sayang kalo kamu diapa-apain orang” ujar Andra memecah keheningan
“Ah nggak kok, gue tadi sama temen-temen gue, mereka lagi kumpul disana, tapi karena gue bosen akhirnya gue ninggalin mereka dan mau jalan-jalan sekitar taman ini dan akhirnya ketemu sama kalian” jawab gue gak kalah panjangnya
“Ohh, gitu. Kamu udah bilang belum sama temen-temen kamu kalo mau pergi, ntar temen-temen kamu khawatir” ucap nya lagi
“belum sih, tadi gue cuma bilang sama Armell kalo gue mau jalan-jalan bentar.” jawab gue, “Ah gak apa-apa, gue kan cuma jalan-jalan sekitar sini doang, ntar kalo mereka nyari gue pasti langsung ketemu disini” lanjut gue lagi
“Emm, ya okelah kalo gitu” jawab Andra
“Ehh, yang mana temen kamu namanya Armell itu, kenalin dong Ai, bisa tuh jadiin gebetan, hahhhaha” kata Alvaro
“Hem, boleh aja. Beneran mau jadi gebetan? Atauu lebih dari gebetan? Hahaha” jawab gue bercanda
“Iya lo, paling cuma mau modus” tambah Galih
“Ahh, gue beneran Ai. Lagi single nih” jawab Alvaro “Kalo elo gue mau aja tuh langsung gandeng elo, tapii nanti ada yang marah, hahaha” lanjut Alvaro
Gue gak ngerti maksud kata-katanya “Nanti ada yang marah” maksudnya apa? Gue kan lagi single juga..
“Ahh, gak kok gue juga lagi single AL, gue mah bebas. Oke gue mau jemput Armell dulu yah, sekalian mau bilang ama temen-temen kalo gue mau cabut duluan” kata gue
“All right, thanks cantik” jawab Alvaro
“Mau gue anterin gak Ai, pake motor biar lo gak cape kesana?” Kata Andra
“Ah, gak usah. Gak papa kok, gak jauh An” jawab gue
“Ya udah, cepet kembali ya sayang” jawab Andra sekena nya
Gue jadi salah tingkah dibuatnya, gue pun cuma senyum aja denger kata-katanya, dan gue pun langsung pergi..

“Hei, Armell, cepet ikut gue sekalian kita cabut duluan aja, bilang ama temen-temen kalo kita pulang duluan” suruh gue ke Armell
“Yahh, kok gitu Ai?, emang kita mau kemana? mau pulang? emang lo kenapa, ada apa?” tanya nya
“Ah, gue mau ngajak lo ke suatu tempat lo pasti bakal seneng, apalagi dengan status lo yang single itu” kata gue “Cepetan lo kasih tau temen-temen kita pulang duluan, and gue mau siapin motor dulu” lanjut gue lagi
“Okeelah, up to you” jawab Armell

10 menit kemudian kami sampai di tempat Andra and friends wkwk
“Sayang, capek yah? Mana panas lagi, Yok kita duduk” kata Andra langsung gandeng tangan gue
“Eh eh kalian udah jadian apa? kapan? dimana? udah berapa lama? kok gue gak tau sih Aiii.. lo rahasian ini? huh jahat amat sih elo” kata Armell dengan nada kesal+bingung
“Ih, siapa yang jadian. Jadian aja nggak” jawab gue sambil ngelepas gandengan Andra
Hahahahaha.. temen-temen Andra yang ngelihat kami berdua yang lucu pun tertawa
“Kalian lucu juga yah” kata Stefen
“Apanya yang lucu. Ai mulai main rahasia2an nih ama gue. Kalian kok tertawa” jawab Armell
“Nggak Armell, kami emang belum jadian. Sekarang emang belum tapi nanti” ujar Andra
“Ooh gitu. Hahahaha” jawab Armell seraya tertawa sendiri
Gue yang menjadi tokoh utama dalam perbincangan tersebut jadi malu dan salah tingkah, bener-bener buat gue jadi Baper.

“Hai, Armell” sapa Alvaro
“Hai juga” jawab Armell
“Kamu cantik banget sih. Kamu salah, kamu seharusnya tinggal di kayangan bareng bidadari bidadari yang lain” gombal Alvaro
“Iiiiih, pipi kamu merah banget Ar, kayak udang rebus, hahaha” ucap gue sekenanya, melihat pipinya yang jadi merah meah merona
“Haha, kalian kok gitu” jawab Armell
“Lo juga gue aja belum kenal elo siapa , harusnya kenalin nama dulu, atau kita kenalan dulu” lanjut Armell agak kesal
“Oke, I’m sorry. Kenalin nama gue Alvaro ini Stefen, itu Andra, ini Galih, and ini Ricky” jawab Alvaro ngenalin mereka satu satu
“Oh, yaya. Salam kenal yah kalian semua, gue harap kita bisa berteman baik” jawab Armell ramah
“Oke cantik gue juga seneng kita bisa kenalan” jawab Ricky kemudian
“Salam kenal kembali mel” kata Galih kemudian, yang dari tadi diem aja
“Iya, mudah-mudahan kita bisa lebih dari sekedar temen. Bahkan jadi..” “Pacar!” ucap Andra memotong Alvaro
Mereka yang disana pun tertawa….
Kami pun terus ngobrol-ngobrol tentang sekolah, teman, keluarga, dan kehidupan pribadi sampai jam 3 sore. Saling bertukar cerita dan tertawa bersama.
Ternyata mereka itu ada yang satu sekolah dan ada juga yang beda sekolah. Andra dan Alvaro satu sekolah, dan sama-sama kelas 11. Atau 2 SMA. Satu tingkat dari gue. Sedangkan Galih, Stefen, dan Ricky mereka sama-sama setu sekolah. Galih Stefen juga sama-sama kelas 11, dan Ricky ternyata kelas 12.

Disaat kami ngobrol, tertawa, dan cerita bareng. Gue mulai merasa ada yang aneh dari diri gue, gue mulai merasakan getaran setiap gue lihat senyum dan tawa Andra. Setelah gue sudah lama single dan akhirnya bisa move on dari cowok sialan itu (mantan). Dan setelah sekian lama gue mulai merasakan kembali yang namanya Cinta. Tapi, setiap gue mikir gitu, gue langsung buang jauh-jauh perasaan itu. Gue takut Andra tau perasaan gue dan gue takut cinta gue bertepuk sebelah tangan.

“Hei, lo kok ngelamun Ai, ada apa? Apa kamu gak enak badan?” tanya Andra
“Aaiiiiiii?” kata Armell membuyarkan lamunan gue
“Ah iya, ada apa?, engg..enggak kok gue gak papa” jawab gue
“Beneran gak papa? Kalo ada yang sakit bilang aja” kata Andra
“Iya bener, gue gak papa” jawab gue lagi
“Boring nih disini aja. Jalan yuk! Kemana gitu, udah sore gak panas lagi nih” ajak Stefen
“Boleh juga tuh, yuk!. Tapi mau kemana? enaknya kemana?” kata Armell
“Gue pengennya jalan jalan keliling aja. Males ke kafe atau mall atau yang ruang tertutup, males banget. Pengen ngirup udara seger” jawab gue
“Oke, kita jalan” “Ai, lo naik motor sama gue. Armell ama Alvaro, Stefen, Ricky, Galih naik motor mereka sendiri” kata Andra ngatur
“Lahh, terus motor gue? Gimana?” jawab gue
“Tenang aja Ai, Andra itu banyak anak buah, dia pasti udah rencanain ini sebelumnya” jawab Ricky
“Maksud lo?” jawab gue
“Udahh. Bener kata Ricky. Gue udah ngurus semuanya” kata Andra
“Oke, cabut guyss!” ajak Stefen



“Ehh, ada polisi tuh. Puter balik ndra, kita gak punya sim ” kata gue saat di lampu merah
“Udah tenang aja” jawab Andra
Saat mau lampu hijau. Bruumm.. brummm, brummm siap siap mau lampu hijau (mereka emang pake ninja semua, gue jadi serasa kayak reva di film anak jalanan, hahaha)
Saat lampu hijau. Bruuummm, ngeeeengggg.. Gue sama Andra paling duluan dan memimpin barisan di belakang.
Gue sebenernya takut banget ngelihat spedometernya yang mencapai 120km/jam. Kebayang kan gimana gregetnya naik ninja dengan kecepatan 120km/jam.
Sampe gue gak sadar, gue meluk Andra erat banget dari belakang, mungkin dia seneng kali ya’ gue takut kayak gitu, dia malah nambah ngebut.
Oh. OMG..
Sampe akhirnya Stefen berhasil nyusul kami berdua. Dia bilang dengan Andra
“Woi, ndra. Seneng yah elo, di peluk kayak gitu. kurangin kecepatan elo, ntar bukan takut tapi malah pingsan Ai” kata Stefen, yang emang ada benernya gue mau pingsan.
Bayangin guys, bukan gak sepi itu jalan, rame tapi emang gak macet. Nah, mana dia kelok kelok itu motor belok sana belok sini.
Jalan sih jalan, keliling sih keliling. Tapi, gak gini juga kaleee.. gue gak bisa nikmatin suasana.

Akhirnya Andra ngurangin kecepatannya 90km/jam. Gue pun lebih tenang akhirnya.
Walau masih aja 90 terbilang ngebut.
“Ai, kayaknya mau ujan nih. Mau mampir dulu gak di cafe atau mau pulang” tanya Andra di tengah jalan
“Gak mau ndra, kita ujan-ujanan aja ndra. Gue suka hujan” jawab gue
“Tapi, kamu nanti sakit gimana” jawab nya
“Gak papa Andra sayang, gak mungkin gue sakit karena sahabat gue” jawab gue gombal
“Hahahaha, kamu bisa aja. Emang sahabat kamu siapa?” tanya nya
“Hujan” jawab gue sekenanya
“Hahahha, jadi selain Armell, kamu punya sahabat lain, aneh aneh aja kamu ai” jawab Andra
“Iya hujan sahabat gue yang kedua” jawab gue lagi
Lalu, tiba-tiba… Byyuuurrrr.. Hujan turun deres banget
“Yeayy, gue seneng banget!” ucap gue sontak
“Gue juga seneng banget lihat lo seneng” kata Andra
“Oh, ya? Kalo gue sedih apa lo juga ikut sedih?, dan kalo gue susah, apa lo juga bakal susah?” tanya gue, sekarang gue mulai gak salting lagi kalau dia bikin baper
“Iya pasti gitu Ai. Cowok mana yang mau ngebiarin ceweknya susah sendiri” jawab nya
Duuuhhh, bener bener bikin baper nih cowok

Ciiiittt, Andra ngerem dan berhenti di depan taman.
Setelah gue lihat ternyata itu taman tadi siang!
“Kenapa berhenti Andra? Ada apa?” tanya gue di tengah derasnya hujan
Temen-temen di belakang juga berhenti semua. Mereka membuat lingkaran melingkari gue sama Andra pake motor mereka setu-persatu.
Gue lihat Armell tersenyum ke gue. Ehh, ada apa ini?, gue ngerasa ada yang gak beres..
Tiba-tiba geng motor datang dari depan belakang kami dan stop di dekat kami.
Disaat itulah, Andra turun dari motor dan berkata..
“Hai! teman di hadapan kalian semua gue mau kasih kejutan buat Ai”
Andra pun ngeluarin sebuah bunga, dengan dibungkus plastik cantik
“Felixvaria Azzarinesha Elvamonaizahra SUMPAH AKU CINTA KAMU. KAMU MAU GAK JADI PACAR AKU” tembak Andra sedikit berteriak
Deg deg deg degg. Sumpah bahagia campur haru campur seneng campu malu campur aduk jadi satu Gue gak tau darimana dia tau nama panjang gue itu.. Gue pengen langsung jawab Iya, aku mau jadi pacar kamu!. Tapi, karena rasa malu membuat gue gak berani ngucapinnya. Keheningan pun muncul sejenak.. menunggu sebuah jawaban dari mulut gue.
“Andra, aku juga cinta kamu. Aku mau jadi pacar kamu” jawab gue malu-malu, sambil nerima bunga yang dia kasih
Gue mandangin Andra dan Andra langsung meluk gue.. Seneng banget rasanya.
Huuuuu, huuuu wowwww.. sweet sweet, sorak mereka, kemeriahan pun terjadi tepuk tangan mereka rame banget
Di tengah hujan deras tak menjadi halangan mereka buat merayakan hari jadian kami ini Tak terasa air mata setetes dua tetes berjatuhan dari kedua mata gue ini. Tapi, gue cepet hapus sebelum Andra lihat.
“I love you, Ai”
“I love you too, An”
FLASHBACK Off

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun.. Tak terasa gue sama Andra sudah 1 tahun menjalin hubungan. Dan malam selasa ini tepatnya hari first anniversarry kami berdua 01 02 2016 Andra bener-bener ngerayain dengan meriah bahkan gue pun gak tau bakal semeriah ini.. Bukan gue gak peduli dengan hubungan ini, bukann. Gue gak tau, karena kata Andra gue gak usah ngapa-ngapain apalagi mau capek-capek buat pesta. Ya udah gue turutin kata katanya. Ehh, tapi ternyata dia yang buat kejutan. Semua temen-temen gue kakak kelas gue, temen-temen Andra dan bahkan mungkin seluruh temen-temen sekolah Andra hadir disini Dan sebelum kami niup lilin angka 1 di atas kue bentuk love yang diatasnya bertuliskan Happy 1st Anniv Andra & Aizahra, gue berdoa dulu
“Semoga kami akan terus bersama suka maupun duka, susah maupun senang akan selalu bersama, semua rintangan akan kami hadapi dan semua masalah akan kami atasi, dan tak ada kata putus. Sampai kami ke pelaminan” doaku di dalam hati ditengah malam bertabur bintang ini Andra pun mencium kening dan pipiku

“I Love You Forever, Ai”
“I Love You Forever, An”

Cerpen Karangan: Septi Radissa
Facebook: SRs Bhe
ig: septiradissa19

BERUSAHA BANGKIT

BERUSAHA BANGKIT



Cerpen Motivasi - Karya Nurwahidah A.Md

HIDUPKU terasa sangat muram sejak  kepergian Sang Ayah. Tak ada semangat  yang dimiliki. Bahkan sempat terpikir olehku untuk bunuh diri. Hidupku  memang  tak lagi berarti. Tak ada senyuman, juga tak ada tawa, dan tak ada bahagia.  Ya Allah, jika saja  tidak  ada  sedikit  keyakinan dalam hatiku bahwa semua akan  baik-baik saja, mungkin aku sudah meminum racun tikus yang dijual bebas di pinggir jalan. 

Lebih baik aku mati saja, dan bisa bertemu Beliau.  Rasa sakit ini menusuk kalbu yang paling dalam,  seperti ditusuk  jarum  berkali-kali. Aku tak  tahu  harus bagaimana,  dan apa yang harus aku lakukan? Hanya tangisku  yang bercucuran. Kenapa,  Ya Allah,  cobaan yang  Engkau timpakan pada hambamu  ini begitu berat? Aku tidak bisa memikulnya sendiri. Terlalu berat untuk kujalani sendiri!  

Engkau cepat memanggilnya ketika  hambamu ini  masih kecil dan belum   merasakan kasih sayangnya. Apa dosa dan salahku,  Ya Allah? Apakah ini karma yang engkau berikan karena  kedurhakaanku pada Beliau? Saat  kumelihat teman-teman di sekitar yang masih dimanjakan oleh ayahnya, hati  kecilku menangis. Bola mata selalu berkaca-kaca.   Andai saja aku ada di posisi mereka, betapa bahagianya dan beruntungya hidupku.  Tapi itu tidak mungkin terjadi!  Mengapa khayalanku ini  sangat tinggi.  Terpikir dibenakku mengapa Tuhan tidak  adil padaku? Mengapa harus aku yang mengalaminya? Mengapa Tuhan….?”


Berusaha Bangkit Karya Nurwahidah A.Md

***

Hari demi hari kulalui. Siang berganti malam. Hujan menjadi panas, hitam menjadi putih.  Umurku semakin  bertambah, tak terasa sudah menginjak kelas 3 SMA. Tak lama lagi kuliah. Nasihat  beliau  selalu muncul dalam benakku. Terkadang  beliau datang dalam mimpiku  dan memelukku. Memberi sebuah peringatan untuk berubah. Saat itu kumulai berpikir,  jika tetap seperti ini apa yang terjadi dengan masa  depanku nanti. Kuharus berusaha berubah dan mengubah  hidupku. Aku bukanlah anak yang manja. Bukan anak bawel dan egois. Kuberusaha menjadi sosok perempuan yang tegar, percaya diri, dan  mandiri. 

Beberapa hari kemudian pola pikirku pun berubah.  Kupandang ibuku  dengan serius. Tulangnya yang menonjol. Menandakan semakin tua. Beliaulah yang menjadi tulang  punggung dalam keluarga. Saat itu pula aku terinspirasi untuk berusaha  mancari duit sendiri.  Kasihan sekali Beliau. Setiap hari melakukan aktivitas  yang  sangat berat. t Mulai saat ini aku berjanji, bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dengan hasil keringat sendiri. Akhirnya aku punya ide untuk berjualan di sekolah. Krupuk dan pulsa menjadi jawaban. Ibuku pun mengiyakan. 

Hari pertama aku berjualan,  grogi menghampiriku. Tapi aku berusaha enjoy dihadapan teman-teman. Aku percaya diri aja bahwa apa yang kulakukan adalah sesuatu yang tulus dan sangat tinggi nilainya bagiku. Hal ini jarang  dimiliki oleh  setiap orang. Alhamdulillah,  ternyata di balik tetesan keringat yang penuh dengan perjuangan, Allah melariskan apa yang aku jual. Apa yang kulakukan ini tidaklah sia-sia dan menghasilkan keuntungan meskipun hasilnya tidaklah seberapa.

Tamat SMA, akhirnya kuputuskan kuliah di Yogyakarta. Sebuah kota yang menghimpun para penuntut ilmu dari seluruh penjuru Nusantara. Aku harus berpisah dengan ibuku yang paling kusayang, dan keluarga lainnya. Aku yakin di balik kepergianku ini, suatu saat nanti akan membawa kebahagiaan. Sebelum  berangkat ke Jogja,  aku tanamkan dalam diri bahwa akan kuliah sambil bekerja, agar bisa mengurangi beban ibu. Ibu nomor satu di dunia. 

Beberapa bulan di  Jogja, aku pun berusaha  mencari lowongan. Aku sudah berusaha sekuat tenaga dengan maksimal, tetapi  nasibku belumlah beruntung. Tanpa putus asa, aku pun terus berusaha. Nasib mujur pun menghampiri, beberapa hari kemudian  alhamdulillah ada  lowongan pekerjaan menjaga toko cemilan. Aku membaca persyaratan di depan toko itu, dan melamar sebagai karyawan. Tak lupa doa aku panjatkan kepada yang kuasa, siang  juga malam.  

Satu minggu kemudian, aku di-es-em-es  agar bisa ikut training. Alhamdulillah aku diterima bekerja. Awalnya aku grogi dan takut salah di mata bos. Saat itu bosnya datang. Hatiku gemetar hingga badan ini merasakan panas dingin secara tiba-tiba. Kuberusaha  tersenyum, meskipun  senyuman yang kurang enak dipandang. Sebuah senyuman yang menyimpan noda. Ternyata bosnya juga tersenyum.  Ia baik dan bisa diajak bercanda.  Beliau selalu memberikan motivasi untuk menjadi perempuan yang  pekerja keras.

***

Satu bulan tidak terasa, akhirnya aku menerima gaji pertama. Ya, meskipun gajinya hanya Rp. 300/bulan. Lumayan, bisa beli buku. Aku berharap agar tetap bisa bekerja di sini. Tapi harapanku tak menjadi kenyataan. Saat itu kuhanya bekerja tiga bulan, karena saat itu bosnya menggantikan  aku dengan karyawan yang baru. Demi penyegaran, kata bosku. Ternyata, kehadiranku hanya  sementara. Hatiku sangat sakit, hingga kumeneteskan air mata. Kuteringat motivasi ayah, harus optimis  dan terus berusaha. Mungkin saja Tuhan ingin memberikan pekerjaan yang lain buatku.

Hari pun berganti bulan, tetap saja pekerjaan belum kudapatkan. Akhirnya kuputuskan untuk menjual gorengan. Aku menjualnya saat pulang kampus. Keliling dari kos ke kos.  Alhamdulillah sangat laris. Menjadi perempuan penjual gorengan mengangkat derajatkku. Aku dikenal di kalangan teman-teman dengan sebutan “si penjual gorengan”. Sebenarnya gengsi juga melakukan ini, tapi harus bagaimana lagi. 

Aku bertahan jualan lebih kurang dua minggu karena sangat melelahkan. Aku harus berjalan  kaki di berbagai tempat. Aku tidak  bisa memaksakan tenaga. Akhirnya aku pun tidak berjualan lagi. Namun, secara tiba-tiba  saat itu aku diajak  oleh kakak  Rice  untuk  jualan di kampus. Alhamdulillah, aku mendapatkan gaji Rp.300/bulan. Ditanggung  makan.

Satu bulan kemudian aku tidak berjualan lagi karena mau ujian, ditambah lagi dengan “Maba” yang menyongsong di hadapan. Akhirnya, aku menunggu kapan bisa jualan lagi. Ternyata seperti yang dulu-dulu lagi. Aku kehilangan pekerjaan karena sudah ada yang duluan berjualan di kampus. Sepertinya hidupku  ditakdirkan sial terus. Tapi kuyakin di balik semua itu ada hikmahnya. Kuharus berusaha bangkit lagi. Tuhan itu tidak  pernah tidur. Ia maha melihat setiap  apa yang dikerjakan  hambanya.  Kutetap semangat menjalani hidup ini dan tidak akan pernah menyerah. ***

Profil Penulis:
Nurwahidah A.Md adalah perempuan kelahiran Bulukumba, 09 Nopember 1994. Hobby naik sepeda dan berkelana. Pernah kuliah di Ama Yogyakarta jurusan Manajemen  Obat dan Farmasi.  Salah satu karyanya  sebuah cerpen. Dimuat di Majalah Nusantara Yogyakarta “Burusaha Bangkit.” “Kutitip Kau di Lantunan Adzan.” Dan  sebuah antologi puisi ”Tunggu Aku Mengucap Cinta”. Modal nekad dan ijazah, ia putuskan mencari nafkah di Samarinda. 

MASA ORIENTASI CINTA

MASA ORIENTASI CINTA

Cerpen Cinta - Karya Agpirahma Cindera Berliana Augusty

Hari ini adalah hari pertama bagi Rahma untuk membimbing adik-adik kelasnya dalam rangka MOS. MOS adalah Masa Orientasi Siswa. Dimana para adik-adik kelas yang menjadi peserta MOS dikerjai oleh kakak-kakak kelasnya yang menjadi pengurus OSIS. Gadis itu tak habis fikir, mengapa Putri memaksanya untuk ikut serta dalam MOS. Padahal, dia bukanlah pengurus OSIS. 

Cahaya mentari pagi mulai menyelinap di sela-sela ventilasi kamarnya. Terlihat dia tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Tak terbayangkan apa yang akan terjadi nanti apabila dia ikut serta membimbing dan mengerjai adik-adik kelasnya. Dia tak suka keramaian, membuatnya sakit kepala. Menurutnya, menyendiri lebih baik, karena suasana tenang akan membuat konsentrasinya meningkat. 

Rahma memarkirkan sepedanya di dekat lapangan. Pandangannya menyapu seluruh lapangan itu, masih sepi. Lalu, dia melirik jam tangan hitam di pergelangan tangannya, pukul 06.30 pagi. Dia pun melangkahkan kakinya mendekati sebuah kursi panjang dekat pohon. Raut wajahnya datar, seperti biasanya. Terlihat, tangannya mulai membuka tas biru tuanya dan mengambil sebuah buku dan bolpoin. 

Tak sengaja, pandangannya tertuju pada seorang laki-laki yang baru saja datang, lengkap dengan peralatan MOSnya. Topi dari karton, tas karung, papan nama dari karton, sapu, dan tali sepatu berwarna-warni. Lelaki itu berdiri di dekat pohon, tak jauh dari tempat dia duduk. Sesaat kemudian, dia sudah menulis kata demi kata dengan cepat.

“Seorang laki-laki manis tak berada jauh dariku. Entahlah, ekspresi wajahnya yang seperti itu membuatku ingin tersenyum.”

Eh, dia langsung menghentikan aktivitas menulisnya. Menatap bingung sekaligus aneh pada tulisannya itu. Bukan, bukan karena tulisannya yang kurang bagus, tetapi kata-kata yang telah ditulisnya. Kata-kata itu melintas tanpa permisi padanya. Dia baru saja melihat laki-laki itu, mengenalnya saja tidak. Tapi, mengapa? 

Secara tak sadar, pandangannya tertuju kembali pada sosok itu. Deg! Laki-laki itu membalas pandangannya. Ada sesuatu yang tiba-tiba bergejolak dalam hatinya, suasana mendadak canggung baginya. Senyum kaku dia berikan pada laki-laki itu. Begitu pun dengan laki-laki itu. Perasaannya semakin tak karuan. Antara senang, canggung, sekaligus bingung. Mengapa dia seperti ini? Hatinya terus bertanya-tanya.

“Rahma!”, terdengar teriakan dari arah tempat parkir, ternyata itu Putri. Rahma menoleh dan mendapati Putri mulai mendekat padanya. Setidaknya dengan kehadiran Putri, dapat mengurangi rasa canggung yang sedang dirasakan olehnya.
“Udah lama disini?”, tanya Putri. Rahma menggeleng.
“Kenapa?”
“Enggak apa-apa kok, Put.”, jawabnya berbohong. Putri hanya mengangguk.

***

Para pengurus OSIS memandu para peserta MOS untuk berbaris dengan rapi di lapangan. Rahma pun mencoba melakukan yang sama, walaupun terlihat kaku. Kemudian, mereka melaksanakan upacara pembukaan. Rahma tak dapat berhenti memandang laki-laki yang tak diketahui namanya itu.

Upacara pembukaan MOS telah selesai, mereka membagi para peserta MOS menjadi 3 kelompok. Teguh, ketua OSIS mulai mengabsen dan memilih ketua kelompok. Beberapa menit telah berlalu, mereka yang telah terpilih menjadi ketua kelompok maju kedepan dan diberi arahan oleh Teguh. Rahma tertegun melihat Radit, nama laki-laki itu. Ternyata Radit terpilih menjadi ketua kelompok 1. 

“Harap tenang semuanya. Sekarang kita, OSIS akan memperkenalkan diri satu persatu.”, ucap Teguh dengan tegas. Kemudian, para pengurus OSIS itu memperkenalkan dirinya masing-masing dengan singkat. Kini, tiba giliran Rahma untuk memperkenalkan dirinya. Mendadak lidahnya kelu untuk mengucapkan sepatah kata pun. Dia tak suka bila harus berbicara di hadapan banyak orang. Walaupun kini yang dihadapannya adalah adik-adik kelasnya.
“Assalamu’alaikum, selamat pagi! Perkenalkan, nama kakak adalah Rahma. Kelas 11 IPA 1. Terimakasih.”, ucapnya dengan cepat. Dia tak pernah berbicara dengan baik bila di hadapan orang banyak. Radit tersenyum melihatnya, itu membuatnya merasa grogi.

Putri mulai berbicara bahwa sekarang waktunya untuk meminta tanda tangan pada OSIS sebanyak-banyaknya. Para pengurus OSIS mulai berpencar mencari tempat sembunyi agar para peserta MOS kesulitan untuk meminta tanda tangannya, begitu pun dengan peserta MOS, mereka mengejar dan memanggil-manggil namanya. Rahma memilih untuk berdiam di dekat warung langganannya bersama Teguh dan Putri. Tiba-tiba, fikirannya tertuju kembali pada Radit.

Benar saja, Radit dan kedua temannya datang meminta tanda tangan pada mereka. Akan tetapi, Putri memberikan sebuah syarat pada Radit dan kedua temannya sebelum memberi tanda tangannya. Awalnya, mereka bertiga menolak untuk melakukannya, tetapi pada akhirnya mereka terpaksa menyanyi lagu ‘Potong Bebek Angsa’ dengan menari. Semua yang melihatnya tertawa, termasuk Rahma. 

Waktu yang telah diberikan untuk sesi tanda tangan telah selesai. Semuanya berkumpul kembali di lapangan. Para peserta MOS diminta untuk mengumpulkan barang-barang yang telah disuruh sebelumnya. Ada yang mengumpulkan semuanya, ada juga yang tidak mengumpulkan sebagian dan tidak mengumpulkan 1 barang pun. Mereka yang tidak lengkap membawa barang, dibariskan di hadapan yang lainnya. Mereka ditantang untuk bernyanyi dan menari dengan aneh. Semuanya tertawa melihatnya, ternyata mereka berhasil menyelesaikan tantangannya. Walaupun sebelumnya malu-malu melakukannya. Jantung Rahma berdegup kencang ketika mendapati Radit memandanginya kembali.

Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 11 siang, ini berarti MOS hari pertama hampir selesai. Putri memberi pengumuman pada para peserta MOS untuk membawa  barang-barang kembali untuk besok. 

“Barang-barangnya adalah..air bening, batu bata italia, biskuit lebih baik, buah upacara, sebuah surat kagum dan karikatur untuk kakak OSIS yang kalian kagumi. Ada yang mau ditanyakan?” ucap Putri sambil menatap semuanya. 
“Jangan lupa ya bawa barang-barang yang udah diminta. Terus jangan ada yang terlambat lagi. Oke, sekarang berbaris yang benar, terus pulang dengan tertib. Dicukupkan sekian MOS hari ini, sampai bertemu kembali, hati-hati dijalan.”, ucap Teguh.


***

“Gimana MOSnya, kak?”, tanya Nanda, adik Rahma.
“Ya begitulah, biasa saja.”, jawabnya sambil berlalu ke dalam kamar.
“Yah kak, ceritain dong. Masa sih biasa saja? Bukannya kalau MOS itu rame. Soalnya Nanda juga kan waktu itu ikut MOS pas awal masuk SMP. Rame banget.”, ucap Nanda sambil menyusulnya masuk ke dalam kamar. Rahma hanya menatap langit-langit kamar lalu membuang nafasnya tanpa mempedulikan ucapan adiknya. Nanda yang melihatnya hanya mendengus kesal. Tapi, dia tak memaksa kakaknya untuk bercerita sekarang. Kakaknya terlihat lelah.
“Radit..”, nama itu keluar dari mulutnya dengan jelas. Nanda yang hendak keluar kamar untuk makan, datang kepadanya untuk menanyakan sesuatu kembali.
“Siapa Radit kak? Pacar kakak? Bilangin ke mama ah!”
“Eh..bukan bukan! Gak sengaja bilang gitu. Bukan siapa-siapa kok. Jangan bilangin ke mama ya?”, pintanya.
“Ok, tapi dengan 1 syarat.”, dia menatap kesal pada adiknya, tapi dia cukup pendam saja rasa kesalnya. Dia tak berani berkata-kata keras dengan panjang lebar pada adiknya. Dia membuang nafasnya dan menganggukkan kepalanya. Nanda tersenyum senang.
“Kak, beliin coklat sama nasi goreng ya! Hihi Nanda lapar.”, dia mengiyakan permintaan adiknya. Dia selalu ingin membuat adik satu-satunya bahagia.

Setelah sesampainya di minimarket, dia hendak mengambil es krim yang akan dibelinya. Akan tetapi..

“Eh?”, ucapnya kikuk. Ada tangan yang bersamaan mengambil es krim itu.

Sosok itu tersenyum dan memberikan es krim padanya dan berlalu. Degup jantungnya kembali terasa amat cepat. Ternyata dia bertemu kembali dengan adik kelasnya itu, Radit. Rahma terus menggelengkan kepalanya dan terus menyangkal bahwa dia telah menyukai adik kelas itu. Tidak mungkin, fikirnya.

***

Keesokan harinya, Rahma bergegas pergi ke sekolah dengan sepedanya. Tak biasanya dia bersemangat seperti ini. Dalam tasnya sudah membawa sekotak makanan untuk istirahat di sekolah. Beberapa menit kemudian, dia telah sampai di sekolah. Terlihat oleh kedua matanya sesosok lelaki yang kemarin ditemuinya di minimarket. Perasaannya mulai tak karuan, bercampur aduk antara canggung, bingung, tapi bahagia. 

“Hai, kak Rahma.”, lelaki itu melambaikan tangannya pada Rahma.
“Mmm, h-hai juga.”, jawabnya dengan terbata-bata. Tak lupa dia pun memasang senyum terbaiknya. Tak pernah. Tak pernah dia merasa seperti ini sejak 2 tahun lalu, apakah dia memang benar-benar menyukainya?
“Wah, padahal kemarin Radit mau beli es krim yang itu. Tapi, karena kakak yang ngambil, enggak apa-apa deh. Asal kakak senang aja.”, Radit mulai mendekat dan mengajak ngobrol. Gadis itu mengangguk dan terkekeh pelan. Untung saja, belum ada yang datang ke sekolah selain mereka berdua. 
“Kak, ternyata susah ya buat karikatur. Malah kayak sketsa. Radit buatnya tengah malam, soalnya awal-awalnya males buatnya.”, Radit tersenyum padanya.
“I-iya, emang susah. Waktu dulu kakak juga pernah buatnya, malahan kakak bela-belain gak ikut MOS hari terakhir karena enggak bisa buatnya.”, jawabnya dengan pelan. Radit mengangguk. 
“Kalau boleh tau, e-emangnya bu-buat siapa?”, tanyanya.
“Buat kakak kelas, nanti juga tau sendiri. Udah dulu ya kak, udah ada temen yang nungguin.”, jawab Radit sambil berlalu dari hadapannya.

30 menit kemudian, acara MOS untuk hari terakhir telah dimulai. Seperti biasa, para peserta MOS berbaris dengan rapi dan diabsen satu persatu oleh pembimbing. Rahma dan Hana duduk berdua di dekat lapangan. Rahma mengeluh kesakitan.

“Aduh, makanya sarapannya diabisin tadi. Ayo cepet makan bekal makanannya. Untung aku bawa obat maag.”, ucap Hana dengan nada khawatir. Rahma mengangguk dan segera menghabisi bekal makanannya lalu minum obat. Hana tersenyum lega melihatnya. Pandangannya tak sengaja tertuju pada Radit yang juga sedang memandangnya seperti sedang khawatir kepadanya, tetapi dia tak menyadarinya. 
“Ayo ayo, kumpulin barang-barangnya. Kalau yang tidak membawa surat kagum, harus nyatain isi surat kagumnya ke kakak kelas yang kalian kagumi.”, ajak Putri.

Mereka mengumpulkannya dan ada sebagian lagi tidak mengumpulkan. Mereka dibawa ke depan dan diminta untuk memberi alasan kenapa tidak mengumpulkan. Alasannya pun bermacam-macam, ada yang ketinggalan, ada yang memang tak bisa membuat karikatur, ada juga yang malas membuatnya. 

Para peserta MOS diistirahatkan karena panasnya terik matahari yang menyengat, sementara pengurus OSIS membaca surat-surat kagum dan melihat karikatur yang telah dibuat oleh peserta MOS. Rahma juga ikut melihat dan membacanya satu per satu. Rahma dibuat kaget ketika melihat salah satu hasil karikatur dari peserta MOS. Ternyata ada juga yang membuatkannya karikatur. Rahma pun makin dibuat kaget ketika membaca nama pembuatnya disudut kertas.

“Radit?”, gumamnya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, tampak semburat merah di kedua pipinya. Sedetik kemudian dia sudah tersenyum-senyum sendiri. Pantas saja, karikatur yang telah dibuat Radit itu sama persis dengan wajahnya. Tak henti-henti dalam hatinya memuji betapa bagusnya karikatur itu.
“Oh, ternyata dia buat karikatur untukku.”, ucapnya dalam hati.
“Heh, coba sini!”, seru Naufal padanya.
“I-iya apa?”
“Coba baca aja sendiri.”, ucap Naufal dengan senyuman lebarnya. Rahma mengernyitkan alisnya. Secarik kertas berisi tulisan sudah terpampang jelas. Dia langsung membaca kertas tersebut.

Untuk kakak kelas,
Rahma
Assalamu’alaikum wr.wb
Salam hangat kepada kakak kelasku, aku hanya ingin menyampaikan rasa kagumku sebagai adik kelas lewat kata demi kata yang tersurat oleh goresan tinta.
Entah mengapa dan entah bagaimana setiap tatapanku membawa rasa dalam hati yang sulit dipahami dan dijabarkan, entah suka atau kagum namun bagiku yang paling tepat adalah rasa kagum yang memang tak masuk akal bagiku, hanya dari tatapan dan senyuman saja rasa kagum ini menusuk hati dan percuma kutangkis karena telah menancap jauh di dalam hati, namun bukan berarti kata cinta yang melesat di pikiranku.
Entah karena memang kak Rahma itu jika dilihat dengan mataku terlihat pendiam, namun itu menjadikan suatu daya tarik dalam diriku.
Kak, hanya itu yang kusampaikan sebagai adik kelas. Mohon maaf apabila kata-kata ini tidak enak di hati, semoga hal ini bisa bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Radit 

“Gimana isi suratnya?”, tanya Naufal. Rahma menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia mendadak canggung sekaligus senang. Rahma tertawa pelan.
“Yaelah ga dijawab. Ayo dong jawab. Ciye dapet surat kagum dari adik kelas.”, ledek Naufal.
“Eh, apa itu? Karikatur? Siapa yang buat?”, tanya Naufal. Lalu, Naufal merebut kertas yang berisi karikatur. Sedetik kemudian, Naufal kembali tersenyum kepadanya.
“Ciye, dapet dari orang yang sama. Jangan-jangan....”
“Jangan-jangan apa sih kamu?”, Rahma tertunduk.

***

Gadis itu menjatuhkan dirinya ke kasur, lalu menatap pada langit-langit kamar. Dia pun membuang nafasnya. Masih terbayang wajah Radit yang tersenyum kepadanya, masih terbayang karikatur dan surat kagum yang dibuat Radit untuknya, masih terbayang betapa canggungnya dia. Dia mencoba memejamkan matanya untuk tidak lagi membayangkan Radit. Akan tetapi malah sebaliknya, dia semakin membayangkan Radit.

“Kenapa ya?”, dia bertanya pada diri sendiri. Dia tak mungkin menyukai laki-laki itu, laki-laki yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. 
“Mana mungkin dia menyukaiku? Aku hanya gadis pendiam. Aku tak seperti kebanyakan gadis-gadis yang lain. Aku pun tidak cantik. Aku tak pandai bergaul. Aku, aku berbeda dengan yang lain. Dia belum tahu sebenarnya diriku, aku tak pantas disukai oleh laki-laki yang baik dan rajin seperti dia.”

Rahma tak ingin menaruh rasa terlalu dalam, dia tak mau terlalu berharap dengan sosok Radit yang mengaguminya. Dia tak mau kembali lagi kejadian 2 tahun yang lalu. Rahma telah yakin untuk memendam apa yang dia rasa, entah sampai kapan. Menjalaninya dan menikmatinya. Dia takut, jika mengutarakan perasaannya akan membuat jarak yang lebih jauh lagi antara dia dan Radit. Sebagai kakak kelas Radit pun sudah cukup baginya.

Jantung

JANTUNG

Cerpen Horror - Karya Amanda Yuliana

Darma adalah lelaki yang baik, dia adalah pemuda yang tinggal di desa, jantungnya berkilau bagaikan cahaya kristal, jika ada orang yang mempunyai kekuatan ghaib, dada Darma terlihat sinar terang seolah-olah menyimpan energi yang sangat besar pada jantungnya itu membuat orang jahat dan berilmu hitam ingin memiliki jantung Darma. Setiap hari Darma hanya ditemani oleh 2 wanita dirumahnya, ibunya dan adik perempuannya. Mereka sangat sayang dengan Darma, Darma adalah anak sekaligus kakak yang rela bekerja keras demi keluarga yang dicintainya.

Darma punya banyak teman karena sifatnya yang mudah bergaul dan ringan tangan. Suatu ketika Pak Ganeng mengadakan acara syukuran besar-besaran, maklum Pak Ganeng terkenal saudagar yang kaya raya dikampungnya. Pak Ganeng sangat bergembira, anak semata wayangnya bernama Iyar menyempatkan diri untuk pulang ke kampungnya setelah bisnis restaurant cepat saji dikota sukses besar, namun ada sesuatu yang telah direncanakan oleh Iyar, sebab itu Iyar pulang kekampung halamanya. Iyar menginginkan jantung Darma sebagai tumbal untuk iblis-iblis penglaris di restauranya.

***FLASHBACK***

Dinginnya malam itu menjadikan halaman belakang rumah Iyar nampak begitu menyeramkan ditambah kabut tipis dan aroma bunga serta beberapa kemenyan yang dibakar. Mulut Iyar komat-kamit tak mengerti apa yang dikatakannya dengan segera kepulan asap hitam muncul entah darimana asalnya, membentuk badan besar dan hitam tanpa kaki, Iyar memanggilnya dengan sebutan “Lucifer”, dengan badan membungkuk dan tangan menyembah, Iyar berkata:

“Maafkan saya Lucifer, saya tidak bisa memenuhi janji saya malam ini. Tidak ada jantung manusia yang dapat saya persembahkan untuk Lucifer”, kata Iyar dengan gemetar dan ketakutan.
“Janji adalah janji!! Jika kau tak dapat menepatinya maka kau adalah gantinya!!”, teriak Lucifer dengan nada marah dan berteriak.
“Ampun Lucifer, saya akan mencari tumbal jantung manusia segera, tapi mohon jangan siksa dan bunuh saya, saya akan mencarinya dan mempersembahkannya untuk Lucifer, namun tidak untuk hari ini, melainkan pada saat bulan purnama berikutnya tiba, saya akan membawakan sesuatu yang membuat Lucifer senang”, pinta Iyar.
“Baiklah jika kau menyanggupinya, aku hanya akan menunggu sampai bulan purnama berikutnya, jika kau melakukannya seperti hari ini, jangan harap kesalahan yang kedua dapat kau tebus dengan nyawa orang lain tetapi dengan nyawa mu sendiri, hahahahahhahah…,” kata Lucifer penuh dengan kelicikan.

Pagi telah datang, bulan menghilang digantikan oleh matahari yang masih malu-malu untuk muncul. Burung-burung dirumah Iyar, berkicau dengan merdunya. Pagi-pagi Iyar harus membuka restaurannya, tak lupa Iyar membawa jimat penglaris dari Lucifer. Jimat itu kemudian didekatkan dengan bahan-bahan makanan yang belum dimasak, jimat itu disembunyikan didalam patung kecil berbentuk persegi panjang berwarna biru tua dan di ukir dengan gaya zaman dulu. Tidak ada yang tahu kecuali Iyar, bahwa di dalam patung itu  terdapat jimat penglaris. Saat ada orang yang memesan di restaurant, Lucifer tersebut datang lalu meludahi makanan yang disajikan pada pelanggan. Hal inilah yang membuat Iyar kaya raya dan mempunyai banyak asset.

“Aku harus segera mencari jantung itu agar aku terbebas dari Lucifer, namun aku mencari jantung yang tidak biasa. Jantung itu membuat Lucifer menjadi sangat kuat dan aku bisa bertambah kaya kemudian aku juga tidak usah bersusah payah untuk mencari tumbal jantung lagi, karena jantung yang memiliki energi besar itu bisa membuat Lucifer puas selama 100 tahun lamanya dan aku.. aku bisa kaya terus-menerus sampai tujuh turunan!!!.”, guman Iyar sambil tersenyum licik.

Sifat Iyar tak jauh beda dan sama jahatnya dengan iblis itu, hatinya sudah dikuasai oleh iblis penggila harta. Nafsu akan harta membuat Iyar memburu jantung itu, sampai mana pun Iyar akan berusaha menemukan jantung itu agar rasa haus hartanya bisa diperolehnya. Iyar tidak memikirkan dosa besar yang ditanggungnya jika Iyar membunuh seseorang. Jiwa dan pikirannya sekarang adalah milik sang iblis.

Iyar memikirkan terus-menerus dimana dia harus mencari jantung itu, tiba-tiba? Drrt…drttt.drrtt….drrrtt. handphone Iyar yang tergeletak di mejanya bergetar, Iyar melirik namun telepon itu tak dijawabnya. Iyar tak mau menjawab telepon dari ayahnya.

“Kalau aku angkat, ayah pasti menyuruhku pulang.. memang, sudah 5 tahun lamanya aku tak pulang ke kampung, tapi aku disini harus menyelesaikan masalah ku ini terlebih dahulu agar aku lebih tenang”, pikir Iyar dalam hati.

Berhari-hari Iyar berkeliling kota untuk menemukan orang yang memiliki jantung bersinar itu, “tapi dimana?”, pikir Iyar. Lalu Iyar memutuskan untuk masuk ke pasar, Iyar melihat ke sekelilingnya dengan tatapan penuh ke wajah orang-orang itu. Saat mata Iyar beradu dengan salah satu mata orang yang dikenal namun Iyar tak ingat nama orang itu, Iyar mencoba mengingat-ingat siapakah gerangan yang melambaikan tangan kepadanya, perlahan Iyar melangkah menghampiri orang yang memanggil namanya, tampak samar karena hari ini hari minggu jadi orang ke pasar makin ramai saja. Iyar mendekati orang tersebut, namun hilang seperti ditelan bumi.

“PLAKKK!!”, pundak Iyar ditepuk seseorang.

Saat Iyar menoleh kebelakang, terkejut Iyar, ternyata dia adalah Damar, sahabatnya diwaktu kecil saat mereka masih ingusan, mereka berdua sudah seperti kakak adik, sayangnya mereka sudah tak bisa bermain lagi selama 15 tahun yang lalu, karena ayah Damar meninggal akibat sakit jantung.

“Hoi.. lupa sama aku ya? Sudah jadi bos, di sapa saja, pura-pura enggak ingat…”, celutuk Damar.
“Eh..he.em.. bukannya kamu dikampung? Kok ada disini? Lagi apa kamu mar?”, tanya Iyar.
“Aku ikut Pak Ibad kesini, numpang dagang sayur mayur hasil dari kebun bapakmu, yang aku kelola”, jawab Damar.
“Oh..pantas, dari kampungkan jauh, mumpung Pak Ibad bawa mobil ke pasar jadi kamu ikut nebeng gitu kah??”, tanya Damar dengan berkacak pinggang.
“Iya yar.. kalau tiap hari jualan disini, mesti laku terus dagangan ku, kan dikota orang nanam sayur jarang, enggak kayak di kampung kita yar, tapi yar, kok kamu ke pasar panas-panas gini, biasanya orang kaya kan belanja di supermarket. Hehhe.”, canda Damar.
“Aku lagi nyari orang!!”, jawab Iyar kemudian pergi.

Belum jauh Iyar melangkah, tiba-tiba saja suara Lucifer terdengar oleh Iyar. “Iyar.. ambil itu.. ambilkan aku jantung anak muda itu!!!”, pinta Lucifer. Iyar berlari menuju ketempat yang dirasanya aman dan tidak ada satu orang pun di tempat Iyar berada sekarang. “Anak muda yang mana? saya tidak mengerti apa yang Lucifer maksud??, berilah petunjuk agar aku dapat memuaskan mu Lucifer”,tanya Iyar. “Dia-dia teman mu bukan? Dia pemuda desa, dia memiliki jantung bersinar yang membuatku ingin memiliki jantung itu. Cepat kau ambil, jika kau berhasil maka akan kuwariskan kekayaan mu sampai tujuh turunan tak akan habis.”, rayu Lucifer pada Iyar. “Apa!! maksud Lucifer?? jantung si Damar?? saya tidak bisa mengambil nyawa sahabat kecil saya, dia telah kehilangan nyawa bapaknya karena perbuatan bapak ku dulu yang pernah mengambil nyawa bapaknya si Damar, dan kenapa sekarang harus saya mengalami hal serupa dan sama dengan kisah bapak ku??, saya tidak mau Lucifer, saya tidak mau!!!”, teriak Iyar dengan tanggan menggenggam.

Tak lama kemudian, kaki Iyar berlutut seperti ada yang mendorong sampai dia berlutut, kini tangannya keatas, seperti ada yang menarik dengan kuat dari atas. Tangan Iyar serasa mau lepas dari badannya, saking kuatnya tarikan itu, Iyar memohon dan merintih kesakitan. “Ampun Lucifer ampun, baiklah saya akan menuruti permintaan mu, demi harta dan nyawa ku sendiri, aku akan mengambil jantung Damar”, pinta Iyar dengan menahan sakit.

“Hahahah..bagus Iyar, bagus,, kamu memang budak ku!!”, tawa Lucifer, lalu meninggalkan Iyar dengan luka sayar ditangan Iyar.
“Budak mu?? Yah!! aku memang budakmu.. demi harta aku rela jadi budak mu.. tapi tidak untuk selamanya.. maaf kan aku Damar, aku seorang yang penggila harta dan takut mati, aku yakin kau akan mati tenang disurga dan dengan segera kau akan bertemu bapak mu yang kamu rindukan selama ini, aku mengambil nyawa mu hanya untuk meringankan beban mu di dunia ini, menjadi orang miskin memanglah berat mar, maka dari itu aku bantu dengan mempercepat ajal mu!,” pikir Iyar dalam hati tanpa ada rasa kemanusiaan didalam hati dan pikirannya. Tekadnya sudah bulat untuk menghabisi nyawa Damar.


Jantung Karya Amanda Yuliana

****Kisah Balik***
        

Hari ini Pak Ganeng dan Iyar ada didepan rumahnya sambil meminum kopi dan membaca koran. Dulu Pak Ganeng adalah sahabat Pak Madi ayahnya Damar. Pak Ganeng dan Pak Madi sempat merantau ke Kalimantan agar mendapat pekerjaan yang layak dengan gaji besar agar dapat banyak uang kemudian dibelikan tanah di desa lalu membangun rumah, itu impian mereka berdua. Namun kesialan justru menimpa Pak Madi, Pak Madi tewas dengan kondisi mengenaskan, tubuhnya ditemukan dengan luka lebam disekujur tubuhnya, dadanya lubang, organ jantungnya telah hilang, sedangkan yang lainnya masih utuh. Setahun kemudian Pak Ganeng pulang ke kampungnya, dan dia membuat kabar palsu pada Ibunya Damar “Pak Madi meninggal karena penyakit jantung dan Pak Madi dikuburkan disana karena biaya cukup mahal untuk membawa jenazah menyeberangi pulau, yang sabar ya, masalah uang nanti saya bantu dan Buk Ijum, saya beri kebun,” kata Pak Genang dengan senyum yang licik.  Pak Ganeng membawa uang banyak dan perhiasan intan dan emas yang dibawanya dari Kalimantan. 

Ternyata Pak Ganeng menyimpan banyak rahasia tentang kekayaan yang dia dapat, dia mendapatkan dari Iblis Lucifer itu yang kemudian diwariskan pada sang anak (Iyar). Dibalik kebaikan Pak Ganeng pada keluarga Damar adalah untuk menebus nyawa Pak Madi yang telah ditumbalkan oleh Pak Ganeng pada Lucifer. Iyar yang sudah berumur 20 tahun kini telah kecanduan harta dan bisikan iblis yang merayu-rayu agar Damar segera ditumbalkan dan selanjutnya tak ada lagi tumbal untuk 100 tahun kedepannya.

“Pak? Lucifer minta jantung si Damar? Iyar harus gimana pak, sedangkan Iyar sudah berjanji akan membawakan jantungnya Damar untuk ditumbalkan”, tanya Iyar dengan gelisah
“Kamu mau enggak mau harus melakukannya yar, kalau tidak kita sekeluarga akan mati!!, kamu mau lihat bapak sama ibuk mu mati?,” bentak Pak Ganeng pada anaknya.
“Enggak pak..Iyar ngerti pak, di dunia ini kalau kita memang mau kaya, harus ada yang dikorbankan, meskipun itu nyawa taruhannya!!,” kata Iyar.
“Bagus nak,, haahhaa,” senyum Pak Ganeng dengan puas.

Esok hari bulan purnama akan muncul, Pak Ganeng dan Iyar sesegera mungkin menyiapkan sesajen dan kain kafan untuk Damar. Damar merasakan sesuatu yang mengganjal dihatinya, setiap hari Damar gelisah dan tidak enak hati, rasanya seperti akan meninggalkan dunia ini, dan Damar merasakan ada yang mengikutinya dan mengincarnya. Tetapi Damar tetap berdoa kepada sang pencipta agar dia dan keluarganya senantiasa dilindungi dalam anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Kegundahan dan kegelisahan Damar semakin bertambah, Damar panik dia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Malam ini, ditempat lain Pak Ganeng dan Iyar bersiap untuk mengambil jantung Damar. Kemudian Pak Ganeng mengucapkan sesuatu seperti kata “memuja” dan “ambilah”. Ternyata Iyar sudah didepan rumah Damar. Diketuklah pintu rumah Damar oleh Iyar.

Tok..tok..tok…tokk…Da.mar.. Dam.ar…
“Iya tunggu sebentar, aku lagi dibelakang,” jawab Damar.
Krekk..krekkk…terbukalah pintu itu.
“Oh.. kamu yar, mari masuk. diluar dingin.. mau aku buatkan teh atau kopi?,” tanya Damar
“Gak usah repot-repot mar, kamu duduk sini sebentar, ada yang mau aku bicarakan.”, kata Iyar dengan tatapan matanya yang serius.
“Bilang aja apa yar,”, jawab Damar
“Emmm..mana yang lain? kok ndak kelihatan, ibu sama adikmu si Mira mana?”, tanya Iyar sambil menengok-nengok kearah dapur.
“Ibu sama Mira ke pasar malam, katanya ada sembako murah, jadi langsung kesana.”, jawab Damar tanpa curiga.
“Udah lama,”?? tanya Iyar
“Lumayan lah,”jawab Damar
“Ini aku ada minuman yang buat kamu tambah sehat saat kamu nanti kerja, aku bawa jauh-jauh dari kota.” kata Iyar sambil menyodorkan minuman yang sudah dibubuhi jimat dari Lucifer.
“Ah..kamu ini repot-repot saja yar, makasih loh sudah perhatian sama aku, aku kira kamu lupa sama aku,. Kok tumben ngasih air berkhasiat, memangnya kamu mau apa dari aku yar?,” tanya Damar dengan senyum tanpa menaruh curiga sedikitpun.
“Aku hanya merasa bersalah saja mar, soalnya pas waktu itu aku ndak ingat sama teman ku sendiri, aku juga makasih udah menjaga keluarga ku disini saat aku di kota,” basa-basi Iyar.
“Halah..gak apa-apa toh keluarga mu udah aku anggap keluarga sendiri,” kata Damar.
“Ya, aku mau pamit dulu, cepetan diminum nanti kalau gak diminum cepat-cepat, khasiatnya hilang loh. Sebelum pulang aku pengen lihat kamu minum air itu dulu, sebagai bentuk kamu menghargai aku membelikan jauh-jauh dari kota buat kamu mar.,” pinta Iyar sambil memaksa Damar untuk meminumnya.
Glekk.glekkk…gleekk….glekkk..
“Nah..habis sudah.. terima kasih loh yar. Tapi mataku kok ngantuk banget yar, aduh,, “ kata Damar dengan badan yang lunglai, tiba-tiba BRUKKK!!!!... Damar tak sadarkan diri.

Iyar membopong tubuh Damar ketempat tidur, lalu Iyar berkata:

“Cukup sampai disini kawan, persahabatkan kita.. tak akan kulupakan jasa nyawa mu untuk ku.. hahah!!,” tawa Iyar yang menakutkan.

Bulan purnama telah tiba pada hari ini, saat itulah tubuh Iyar kerasukan iblis Lucifer, Iyar berubah. Matanya berwarna merah darah, giginya memenjang seperti vampir, kuku-kukunya berubah panjang dan lancip serta rambutnya panjang dan gimbal. Iyar sudah membawa pisau berukuran besar dan sangat tajam, Iyar mengarahkan pisaunya ke dada Damar, ditusukkan pisau itu ke dada Damar. BLLEESSSS!! Dirobeknya daging Darma dengan keras, Iyar merobek dengan arah melingkar, darah mengalir derasnya sampai membasahi tempat tidur dan menetes ke bawah. Damar tetap tak sadarkan diri karena pengaruh ilmu hitam di minuman itu. Tak butuh waktu lama Iyar merobek daging dada Damar, Iyar segera merogoh jantung Damar dengan paksa, lalu urat-urat yang masih melekat di jantung, diirisnya. Iyar hanya mengambil jantung saja bukan yang lain, jantung itu berhasil Iyar dapatkan, Iyar tersenyum seperti iblis yang puas atas keberhasilannya mengambil jantung Damar, jantung Damar masih berdetak dan memancarkan sinar kilauan, aroma yang tercium, bukan aroma darah namun aroma harum yang semerbak. 

Akhirnya iblis yang memasuki tubuh Iyar berlari dari rumah Damar, berlari jauh jauh dari rumah Damar, masuk ke dalam hutan belantara. Iyar tergeletak tak sadarkan diri dengan baju dan tangan yang bersimbah darah. Iyar kaget tetapi ia sangat senang, karena Lucifer telah mendapatkan tumbal yang istimewa dan pasti Iyar akan bergelimang harta 100 tahun kedepannya. Tragedi tumbal jantung ini akan kembali 100 tahun kemudian dan iblis itu menunggu jantung yang akan dipersembahkan oleh anak cucu Iyar di kemudian hari.

~~~~Tamat~~~~i 
Copyright © Cerpen Menarik dan Populer. All rights reserved. Template by Amanbet