Cerpen Remaja - Chicken LINE

Chicken LINE


Cerpen Remaja - Aku memegang ponselku sejak dari tadi, mengabaikan keributan kelas yang ada. Ketika aku sedang asik mengetik pesan, tiba–tiba saja ada orang yang duduk di sampingku.
“Cie yang lagi chattingan,” ucap Gracia membuatku kaget sekaligus malu,
“Tidak kok!” ucapku kepada Gracia, yang dibalas oleh sorotan matanya yang menggoda.
“Hayo… siapa tuh? Cowok baru? Kakak kelas? adik kelas?” tanya Gracia bertubi–tubi membuatku semakin gelagapan.
“I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan! Serius!” ucapku,
Dia malah tertawa, lalu meletakkan tangannya di bahuku,
“Good luck ya, semoga aja kali ini kamu bisa melepas masa jomblomu.” ucapnya
“Aku tidak jomblo!” ucapku
“Nah, lho belum jadian udah ngaku–ngaku.” katanya menggodaku,
“Ah berisik!” ucapku kesal, Gracia lalu tertawa.
“Iya, iya maaf Aku akan pergi ke ruang BK untuk mengurus absensi, bye bye…” ucapnya lalu pergi.
Aku menghela nafas dan melihat layar ponselku, pesan LINEku dibalas dan secara otomatis kedua sudut bibirku terangkat ke atas, rasa senang menghinggapiku.

– Kabarku baik, kamu bagaimana? – Balasnya lalu sebuah stiker muncul di layar ponselku
Aku lalu membalas pesannya,
– Baik juga, lalu bagaimana dengan pertandingan kemarin? Apa kamu menang? –
Aku lalu mengirim stiker brown yang sedang tersenyum,
– Menang, terima kasih atas dukungannya, –
Lalu stiker Moon yang berbahagia terkirim padaku,
– Aku belum sempet melihat pertandinganmu sih, tapi selamat –
Aku menekan tombol send yang ada di layar,
Lalu dia membalasnya dengan stiker berpelukan,
– Tidak kenapa, it’s okay –
Hatiku terasa melayang–layang, mungkin ini namanya jatuh cinta.

Seseorang lalu menepuk punggunggu, membuatku harus kembali kepada kenyataan dan melupakan sejenak tentang cinta itu.
“Baru ditinggal sebentar saja sudah senyum senyum,” kata Gracia lalu duduk di bangkunya,
“Jadi kamu mau menceritakannya atau aku harus merebut ponselmu?” katanya, aku langsung mendekap ponselku agar tak bisa digapai oleh Gracia.
“Nggak boleh,” ucapku
“Kalau emang nggak boleh, beritahu aku siapa orang itu.” kata Gracia
“Servan, anak kelas 12.” sahutku
“cie… cie… aku aja nggak pernah dapet pacar kakak tingkat.” ucapnya
“Gimana nggak dapet kakak tingkat? Kamu aja masih langgeng ama dia.” kataku
“Iya juga sih, sejak kami pacaran waktu kelas 10.” ucap Gracia sambil mengenang hari dimana dia ditembak secara langsung oleh Kiko anak kelas sebelah.
“Truss sejak kapan kalian dekat? Kapan kalian ketemu? Kapan kalian jadian?” tanyanya beruntun
“Kami nggak pernah bertemu, kau tau Gracia tumben ada yang mengirim chat padaku, dan ternyata orangnya asik juga.” Ucapku
“Hm… terus ketemuan?” tanya Gracia
“Kami belum pernah ketemuan,” ucapku agak lesu, mengingat betapa seringnya kami mengirim pesan LINE namun belum pernah bertemu langsung.
“Ya udah tinggal ketemuan aja, kamu belum tau kan wajahnya kayak apa?” kata Gracia padaku
“Aku udah tau wajahnya, dia pernah mengirim fotonya.” kataku
“Darimana kau yakin dia orangnya?” kata Gracia sambil mencondongkan wajahnya dan menautkan alisnya
“Aku yakin, karena setelah dia mengirim foto itu kami melakukan videocall.” ucapku
“hm… coba kalian ketemuan, pasti lebih asik bicaranya dan lebih deg deggan,” katanya dengan menggoda di bagian akhir. Bersamaan dengan ucapannya bell pun berbunyi.

Sepulang sekolah aku langsung pulang ke rumah, badanku sedikit pegal–pegal karena harus membawa speaker berukuran agak besar dari laboratorium bahasa. Sesampainya di rumah aku langsung mengganti baju dan berbaring di atas kasur. Tiba–tiba ponselku berbunyi, ada pesan LINE yang masuk
– Hai sayang –
Aku terbangun karena membaca pesan tersebut, lalu beberapa detik kemudian ada stiker masuk,
– Hai Kak Servan, jangan panggil aku sayang donk –
Aku lalu menekan tombol kirim sambil senyum–senyum
– Kenapa? Nggak suka ya? –
Lalu stiker Moon yang berwajah muram pun muncul dilayar
– Bukannya begitu, kita kan nggak pacaran –
– Kalau kita pacaran kamu mau aku panggil sayang? –
– Nggak ah, terlalu norak –
– Jangan ngambek gitu donk –
Lalu stiker kembali masuk ke dalam layar ponselku,

Aku teringat dengan perkataan Gracia, selama ini kami hanya berhubungan lewat LINE bagaimana kalau kami bertemu saja? Lagi pula kami satu sekolah jadi gampang untuk bertemu satu sama lain. Sambil memikirkan itu aku tetap membalas pesan LINEnya, baru saja aku berpikiran seperti itu Servan mengirim sebuah pesan.
– Ketemuan yuk? Mau denger suaranya Juju –
– Aku juga kepengen ketemu sama Kak Servan –
– Kalau gitu besok sepulang sekolah aku tunggu di bawah ring basket lapangan sekolah –
Aku mengirim stiker ‘ok’

Keesokan harinya aku menunggunya di lapangan basket sesuai dengan pesan kemarin, Aku memainkan ponselku sembari menunggunya.

Lima belas menit berlalu namun dia belum juga datang, peluh membasahi dahiku, aku sudah mengirim pesan LINE padanya namun dia belum datang juga. Aku mulai gelisah, angin pun mulai berhembus. Dimana dia? Apa yang dia lakukan sekarang? kenapa belum datang juga? Berbagai pertanyaan muncul di dalam benakku. Tiba–tiba saja ponselku bergetar, aku membaca pesan yang terdapat disana.
– Maaf aku tak bisa menemuimu, aku sedang ada urusan –
Lalu beberapa detik kemudian sebuah stiker muncul. Dengan rasa kecewa kubalas pesannya.
– Kamu ada urusan apa? –
– Ada urusan klub, bentar lagi kan mau tanding lawan sekolah lain –
Aku lalu meninggalkan lapangan dengan rasa kecewa, sesampainya di rumah aku langsung masuk ke dalam kamar.
Mungkin aku saja yang terlalu berharap?

Aku lalu mengganti bajuku dan memutuskan untuk membuat PR yang tadi di berikan oleh guruku. Beberapa menit kemudian ponselku berbunyi ada pesan masuk.
– Maaf soal yang tadi aku minta maaf –
Aku lalu memainkan jempolku di ponsel,
– Nggak kenapa lagian kamu sibuk –
Lalu sebuah stiker “I LOVE YOU” muncul di layar ponselku, aku membalasnya dengan stiker yang sama.
– Semoga mimpi indah ya –
Itulah pesan terakhirnya, Aku kembali melanjutkan tugasku.
Kalau dipikir pikir hubungan kami ini kurang jelas, di antara pacaran dan tidak pacaran. Perasaan yang tidak jelas ini, aku ingin memperjelaskannya. Perasaan aneh ini, aku ingin menciptakan tali dari perasaan ini.

Keesokan harinya, aku mendapat pesan darirnya.
– Tunggu aku di stasiun, aku ingin mengatakan sesuatu yang penting –
Aku penasaran dengan apa yang sia ingin katakan, apakah dia akan menembakku? Apakah dia akan membuat garis pasti dari hubungan ini? Semakin memikirkannya perasaanku makin campur aduk. Di antara senang dan penasaran.

Jadi sepulang sekolah aku menunggunya di stasiun, aku duduk di salah satu bangku panjang tempat dimana kami membuat janji. Namun sudah setengah jam aku menunggu disini batang hidungnya belum juga muncul. Angin mengibas ngibaskan rambutku yang pendek, mengapa dia begitu lama sekali? Ini membuatku gelisah.
Namun aku tetap saja menunggunya, entah darimana aku mendapat firasat kalau dia akan datang sekarang. Ponselku bergetar lagi, sebuah pesan pembatalan masuk ke dalam chatt LINEku. Dengan langkah kecewa aku memutuskan untuk pulang, namun sebelum pulang aku mampir ke toilet karena kebelet buang air. Saat aku ke luar aku melihat sosok cowok yang sedang duduk tak jauh dari tempatku duduk tadi.
Saat melihatnya aku terdiam, orang itu adalah Servan. Apakah dia sudah berada disini dari tadi? Kenapa dia tidak menemuiku tadi? Tapi malah mengirim pesan? Ponselku kembali bergetar, sebuah stiker muncul dari layar.
Entah mengapa Aku tak merasa apapun saat stiker bertuliskan “I LOVE YOU” itu terpampang di ponselku, biasanya aku merasa senang atau bahagia namun sekarang tidak. Saat melihatnya duduk disana dan hanya mengirim pesan untukku membuat rasa ketertarikan yang selama ini ada menghilang. Aku lalu melangkah ke luar dari stasiun tanpa membalas pesannya.

Sejak hari itu aku tidak lagi membalas pesannya, namanya terus saja muncul di layar ponselku namun aku tidak mempedulikannya. Jika dia memang terus memanggilku seperti ini lebih baik dia datang langsung. Aku sudah muak dengan segala pesan gombalnya dan stiker kadaluarsanya. Jika dia memang bukan pengecut seharusnya waktu itu dia datang menemuiku bukannya bersembunyi. Meskipun dia mengirim pesan beribu kali aku hanya akan membacanya dan menghiraukannya. Jika dia memang menyukaiku seharusnya dia mengatakannya dengan langsung, bukankah rasa cinta tumbuh karena ada debaran saat bertemu? Dasar cowok pengecut.
Copyright © Cerpen Menarik dan Populer. All rights reserved. Template by Amanbet